Konflik Poso Jelas Berkaitan Dengan Kepentingan Nasional
Intro: Pemerintah pusat akan mengirim satuan TNI dan Polri ke Poso, Sulawesi Tengah. Satuan tempur itu merupakan bagain dari operasi pemulihan keamanan di kawasan tersebut selama enam bulan. Anehnya kondisi keamanan di kabupaten yang sempat lama dilanda kerusuhan itu justru semakin kondisif. Lalu kenapa pemerintah pusat mau menurunkan satuan khusus? Untuk menjawab pertanyaan ini Radio Nederland menghubungi Franki dari Yayasan Tanah Merdeka di Palu. Sumber : Radio Nederland WereldomroepFranki: Ini ada kepentingan ekonomi politik yang mungkin akan dicapai dalam masa datang.
Misalnya Poso ini dan kabupaten Morowali umumnya itu merupakan daerah yang sekarang ini jadi incaran, bisa dikatakan seperti itu, oleh perusahaan-perusahaan TNC’s (perusahaan multi nasional–red) oleh beberapa agen-agennya. Misalnya beberapa waktu yang lalu yang sedang berkasus dengan Tempo ini, sedang aktif sekali mengunjungi Poso dan kita tahu apa latar belakang si Tommy Winata yang sebenarnya punya hubungan erat dengan yayasan-yayasan dimiliki oleh ABRI, khususnya. Nah bagi kami kepentingan selain untuk mengamankan Poso, tapi juga mengamankan investasi-investasi internasional TNC yang masuk ke daerah Poso dan Morowali.
Radio Nederland [RN]: Ya jadi daerah Poso ini potensi ekonominya begitu penting sehingga menjadi permainan orang-orang di pusat, begitu maksudnya?
Franki: Ya saya kira seperti itu. Karena memang sebelum ada penempatan juga seperti yang diumumkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono tentang penempatan batalyon maupun penambahan pemekaran Brimob juga dulu memang pernah diusulkan untuk memekarkan Kodam ke Sulawesi Tengah Utara. Jadi tidak hanya Sulawesi Selatan Tengah Utara, Tetapi sekarang malah dimekarkan Sulawesi Tengah Utara untuk Kodam.
RN: Tetapi ini berarti bertambahlah senjata di sana. Bertambahlah potensi-potensi konflik di sana?
Franki: Ya, kalau kita lihat dari situasi psikologis di masyarakat. Banyak juga di masyarakat banyak menimbulkan penafsiran-penafsiran tentang penambahan untuk batalyon maupun Brimbob. Sebab situasi yang ada sekarang sebenarnya dengan masyarakat umum sudah mulai ada hubungan yang bisa dikatakan kondusif untuk masing-masing menjaga keamanan. Tapi memang kasus-kasus terakhir utamanya tanggal 17 dan 18 itu memang kemudian masyarakat menjadi kebingungan.
Padahal sebenarnya sudah ada situasi yang sudah terbangun cukup kondusif tadi tapi kemudian muncul kasus. Di antara masyarakat mereka sendiri aman-aman saja tapi kemudian muncul sesuatu yang dari luar dan ciri-ciri yang mereka dapatkan adalah ciri-ciri yang punya identitasnya dengan militer.
RN: Jadi masyarakat merasa aneh. Kenapa terjadi lagi kerusuhan seperti itu?dan kemudian lagi ini ujungnya mengirim pasukan dari Jakarta?
Franki: Kami lihat ini beberapa aksi-aksi untuk penarikan pasukan terus diikuti dengan aksi-aksi yang mengarah pada membangkitkan kericuhan lagi di daerah Poso. Ini yang membingungkan masyarakat.
RN: Menurut anda, apa itu artinya?
Franki: Ya artinya masalah di Poso menjadi semacam masalah komoditi politik juga, bisa dikatakan seperti itu. Anda bisa bayangkan di tempat-tempat lain di daerah-daerah lain malah cenderung kasus-kasus politik kekisruhan-kekisruhan yang terjadi di daerah dipelihara untuk kepentingan jabatan, kekuasasan dan seterusnya.
RN: Kepentingannya itu misalnya apa? apakah mungkin TNI Polri ini memerlukan dana? Karena kalau banyak kegiatan kan dananya banyak masuk begitu?
Franki: Saya katakan itu antara lailn. Karena dengan adanya kasus Poso itu banyak sekali sekarang bisnis-bisnis misalnya pengadaan minyak tanah itu menjadi bagian dari urusan koperasi yang dimiliki koperasi-koperasi Angkatan Darat. Kami juga mendapatkan beberapa informasi dari kawan-kawan di Poso misalnya untuk kasus-kasus illegal logging itu ternyata banyak juga diperankan oknum-oknum aparat keamanan yang ada di sana.
Juga kita melakukan perjalanan di waktu tegang saat dulu. Itu polisi dan Brimob banyak mengambil keuntungan dari situ karena setiap pos-pos rata-rata mereka memungut biaya meskipun itu bukan secara institusional non insititusional malah mungkin non legal dari institusi mereka untuk mengambil dana-dana dari supir, dari orang yang melakukan perjalanan atau memberikan jasa perjalanan ke sana yang jumlahnya tidak sedikit untuk membayar kepada mereka. Jadi itu mungkin bisnis non institusional.
Demikian Franki dari Yayasan Tanah Merdeka di Palu.