Masyarakat Lindu Butuh Listrik
Kulawi, Kompas – Masyarakat di sekitar Danau Lindu, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengharapkan agar aliran listrik bisa mencapai permukiman mereka. Karena itu, masyarakat menyambut baik dibukanya kembali wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang memanfaatkan aliran air Danau Lindu. Hal itu terungkap dalam perbincangan Kompas dengan warga Desa Tomado dan Puroo di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sabtu (2/11) malam.Saat ini tercatat empat desa di sekitar Danau Lindu, yaitu Puroo, Langko, Tomado, dan Anca, dengan total penduduk mencapai 700-an keluarga yang belum menikmati aliran listrik dari PLN. Wilayah mereka berada sekitar 73 km dari Kota Palu dan harus dicapai dalam waktu tempuh enam jam karena akses jalan yang buruk. “Kita begitu dekat dengan Palu, rasanya juga ingin menikmati sepenuhnya kemerdekaan,” ujar mantan Kepala Desa Tomado, Yusak Pegia (52).
Warga Puroo bernama Benyamin Muju (60) menegaskan, sebenarnya masyarakat tidak pernah secara mutlak menolak kemungkinan pembangunan PLTA Lindu, seperti yang terekam pada pertengahan tahun 1990-an. Masalahnya, rencana pembangunan PLTA Lindu saat itu disertai bayangan bahwa masyarakat sekitar Danau Lindu harus direlokasi karena kenaikan muka danau akan menenggelamkan desa-desa mereka, plus rencana ganti rugi yang tidak memadai.
“Pendekatan pemerintah waktu itu tidak terlalu jelas sehingga warga ketakutan jika dipindahkan,” kata Benyamin yang pensiunan guru sekolah dasar (SD).
Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) Syafrun Abdullah selepas kunjungan ke empat desa di sekitar Danau Lindu mengakui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng telah mengomunikasikan kembali kemungkinan pembangunan PLTA Lindu. PLN Pusat telah melakukan pendekatan kepada investor dari luar negeri. Pemprov Sulteng diharapkan bisa menyosialisasikan rencana tersebut kepada masyarakat. Seperti harapan masyarakat, pembangunan PLTA Lindu nantinya tetap memungkinkan mereka bertahan di tempat mereka saat ini.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Arianto Sangadji kepada Kompas menyebutkan, ketimbang terjebak dalam masa menunggu investasi pembangkit berskala besar dengan modal besar, potensi yang dimiliki daerah bisa dikonversi menjadi pembangkit berskala kecil untuk memenuhi kebutuhan lokal. (DIK)