“Pembebasan Bukan Substansi Masalah”
Olehnya, pemerintah pusat belum memutuskan apakah mega proyek itu disetujui untuk di eksplorasi atau tidak.
“Alasan lahan tidak sepenuhnya benar, karena substansinya bukan disitu,” kata Rizal Arwie di kantor YTM,Rabu (13/5).
Apalagi kata Rizal, mega proyek Donggi-Senoro menggunakan sistem hulu bukan hilir. Sehingga mendapatkan dari pajak ekspor DSLNG bukan dari bagi hasil.
“Sehingga itu, yang menjadi pertimbangan pemerintah. Keliru kalau sebagian pihak menilai dari eksplorasi itu menguntungkan pemerintah,” katanya.
Berbeda halnya kata rizal, dengan system yang akan dipakai ditiga kilang sebelumnya, yakni di Arun, Bontang dan Tangguh, semuanya menggunakan konsep hilir dengan sistem bagi hasil itu, dan pertamina sebagai saham mayoritas. Tapi untuk di Donggi-Senoro Mitsubishi saham mayoritas sementara pertamina hanya memiliki saham minoritas.
Lebih jauh kata dia, dalam DSLNG terdapat tiga saham perusahaan pemenang tender, seperti PT Mitsubishi (51 persen), PT Pertamina (29 persen) dan PT Medco (20 persen). “Kalau mega proyek ini batal dieksplorasi jangan salahkan pemilik lahan,” katanya.
Sementara itu kata dia, pembangunan kilang di Kecamatan Batui membutuhkan waktu sekitar 36-45 tahun. Artinya DSLNG harus membangun kilang mulai sekarang. Karena pihak perusahaan mengejar di tahun 2012 sudah selesai. Tapi hingga kini pemerintah belum menyahuti konsorsium harga jual sesuai perjanjian antara JOB Pertamina-Medco dan DSLNG, tanggal 22 Januari 2009 di Jakarta. Sehingga DSLNG mengancam, jika akhir Mei pemerintah belum mengambil sikap untuk dilakukan eksplorasi. Maka, DSLNG akan beralih ke Australia, melirik pasokan gas melalui PT Minyak Malaysia (Petronas). Tapi sesuai informasi baru ini baru tahap perencanaan. Sebelumnya Pemprov Sulteng diminta proaktif turun tangan menjadi mediator sekaitan pembebasan lahan mega proyek gas alam cair DSLNG di Kabupaten Banggai.URY
Sumber : Mercusuar, Kamis, 14 Mei 2009