YTM: Pemerintah Jangan Menutup Mata Atas Pelanggaran Hukum PT. BDM/SMI

Morowali, Tambangnews.com.- Pada 29 Mei 2015 lalu, Presiden Jokowi Dodo didampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala BPKM Franky Sibarani, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Aladin Djanggola, dan Bupati Morowali Anwar Hafid menghadiri peresmian simbolik pabrik Nikel Pig Iron berkapasitas 300 ribu pig iron PT. Sulawesi Mining Investment (SMI) perusahaan patungan antara PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) dan Thishing Group di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam sambutannya Jokowi Dodo menyampaikan kegembiraannya dan sekaligus mendukung terbangunnya pabrik smelter di daerah Morowali, terutama karena akan berkontribusi kepada kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat lokal, selain nilai tambah yang akan diperoleh bagi Ekonomi Nasional.

Manager Kampanye dan Jaringan Yayasan Tanah Merah (YTM) Adriansa Manu menjelaskan tidak lama berselang setelah Jokowi Dodo meresmikan pabrik smelter PT. SMI, pada tanggal 8 juni 2015 lalu, banjir bandang melanda empat Desa di  Kecamatan Bahodopi. Setidaknya 10 rumah warga Desa Bahomakmur dan 4 rumah warga Keurea hancur terbawa arus. Banjir ini merupakan banjir kedua sejak PT. BDM beroperasi di kecamatan Bahodopi. Sebelum perusahaan ini beraktivitas, tidak pernah ada banjir sebesar ini terjadi. Setiap ada banjir, pihak perusahaan selalu menganggap banjir murni karena bencana alam. Bukan karena akibat ekstraksi PT. BDM atau PT.SMI. Padahal jelas-jelas secara kasar kita dapat menyaksikan penggundulan hutan di atas Desa Bahomakmur.

“Ada banyak kasus pelanggaran lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan PT. BDM/PT.SMI. Misalnya, pelabuhan untuk pengiriman komoditas Nikel, adalah hasil reklamasi hutan bakau di Desa Fatufia seluas 20 hektare. Saat ini juga telah membangun PLTU berkapasitas 2×65 MW yang rencananya akan kembali ditambah dengan kapasitas 2×150 MW untuk realisasi pembangunan pabrik tahap kedua. Selain itu, PT. BDM juga telah membabat hutan lindung di hulu sungai Siumbatu,” jelasnya dalam pernyataan tertulis, Senin (22/6/2015)

Laporan-laporan pelanggaran hukum PT. BDM ini, tidak pernah tersentuh padahal sudah berkali-kali disampaikan kepada Kapolisian Sulawesi Tengah, dan Gubernur Sulawesi Tengah. Tetapi, respon atas pelanggaran hukum ini tidak pernah dilakukan. PT. BDM seakan ada yang melindungi, sehingga kebal dengan hukum. Padahal dalam konstitusi kita, semua orang dipandang sama di mata hukum.

Pelanggaran lain, PT. BDM sejak beroperasinya telah membuat petani Desa Bahomakmur tidak dapat berproduksi. Lahan sawah seluas 370 hektare hingga kini tak dapat diolah, sebagaimana pada tahun 2010 banjir membawa lumpur dan material kayu dari hulu sungai dimana PT. BDM berproduksi menyapu lahan-lahan sawah petani dan membongkar saluran irigasi sawah. PT. BDM juga membuat jalan untuk mengambil roh material melintasi jalan petani dalam berladang. Sejak itu juga, para petani tidak diberikan masuk menyeberang jalan lalu lintas kendaraan perusahaan, sehingga petani tidak dapat lagi mengakses ladang-ladang mereka sampai saat ini.

“Masih ada banyak pelanggaran hukum sejak PT. BDM berproduksi di kecamatan Bahodopi, apalah daya pemerintah dan penegak hukum seakan menutup mata, sehingga aktivitas PT. BDM berjalan tanpa masalah,” terangnya.

Yayasan Tanah Merdeka (YTM), menganggap bahwa pemerintah hanya bangga dengan angka-angka ekonomi, tetapi tidak melihat persoalan subtansi yang dihadapi masyarakat di bawah sudah sedemikian kompleksnya. Kami menutut kepada pemerintah agar benar-benar serius mengontrol aktivitas perusahaan PT. SMI, jangan hanya keuntungan lewat pajak, pemerintah sudah bangga, padahal rakyatnya di bawa menderita.

“Selain itu, kami juga menyampaikan kepada Presiden Jokowi Dodo bahwa PT. SMI/PT.BDM sama sekali tidak memberikan kesejahteraan yang merata bagi rakyat di lokasi pabrik dan tempatnya mengekstraksi tanah di Blok Bahodopi seperti yang disampaikan pada peresmian pabrik tahap pertama di Desa Fatufia. Justru yang terjadi adalah ketimpangan dan pemiskinan rakyat,” pungkasnya. (tn01)