Aparat di Poso Tak Ciptakan Keamanan
“Aparat telah menjadi bagian konflik yang justru mendestabilitasi situasi, mengancam keselamatan masyarakat, menciptakan ketakutan dan keresahan yang meluas,” tegas Koordinator Poso Center, Yusuf Lakaseng kepada SH, Rabu (11/1).
Menurutnya, keberadaan pasukan TNI di Poso sangat tidak tepat sebagai pasukan yang diperbantukan, karena Poso tidaklah dalam situasi ancaman kerusuhan apalagi terjadi perang. Lakaseng meminta keamanan Poso sepenuhnya ditangani Polri yang profesional dan berkualitas sebagai penjaga keamanan, mengungkapkan serta mencegah teror.
Jangan Terprovokasi
Kepada masyarakat, ia meminta tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh upaya-upaya sistematis yang terus digalakkan untuk memprovokasi masyarakat.
Kapolres Poso, AKBP Rudi Sufahriadi menyatakan telah melakukan pembinaan terhadap anggota polisi yang terlibat aksi itu, dan telah mengadakan pertemuan dengan pimpinan TNI AD. “Jadi ini hanya masalah kesalapahaman antaroknum aparat keamanan dan kami sudah selesaikan masalahnya,” kata Rudi.
Senin (9/1) pukul 18.30, Batalyon Kavaleri yang di bawah kendali operasi (BKO) di Kodim 1307 Poso menggelar razia di pertigaan Tugu Kota, Jalan Pulau Sumatera, Poso Kota. Tiba-tiba datang seorang anggota Brimob mengendarai sepeda motor dan tak berseragam. Karena tidak tahu itu anggota Brimob, mereka pun menahannya. Anggota Brimob marah dan terjadilah cekcok.
Lalu, anggota Yonkav tadi melaporkan hal itu ke komandannya. Dan terjadilah aksi saling membuang tembakan itu, saat sekitar 10 anggota Yonkav mendatangi Mapolres dan Hotel Alamanda.
Selain itu, terjadi pula ledakan di depan Kantor Satgas Penanganan Poso di Jalan Pulau Timor, Kelurahan Gebang Redjo, Poso Kota, di depan Kantor Bupati Poso. Kejadian ini tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan material. Dari saksi mata diperoleh keterangan sebelum peledakan bom, dua orang mengendarai motor terlihat berhenti, lalu tak lama kemudian setelah mereka meninggalkan tempat itu sebuah bom meledak. Ledakan ini meninggalkan lubang berdiameter sekitar 15 centimeter.
Tak berapa lama kemudian, tim Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah datang ke lokasi dan melakukan penyisiran. Mereka menemukan sebuah botol minuman energi merek Supradyn dan uang logam pecahan Rp 200. Diduga kedua benda itu merupakan wadah dan penyumbat wadah bom ini.
Selasa (10/1) malam, Kapolda Sulteng, Brigjen Oegroseno terlihat bersama Kapolres Poso AKBP, Rudi Sufahriadi. Kapolda Oegroseno memang berada di Poso sehari sebelum peledakan bom itu.
Gerak Pelaku
Kepala Divisi Humas Mabes Polri yang juga Komandan Komando Operasi Keamanan Sulawesi Tengah, Irjen Paulus Purwoko, di Palu mengatakan polisi tengah menyelidiki apakah ledakan itu bom atau mercon. Meski demikian, pihaknya telah memerintahkan polisi menggelar razia untuk mempersempit ruang gerak pelaku.
Sumber SH di kepolisian menyatakan pelaku teror itu memanfaatkan situasi karena pembentukan Satgas Poso mendapat penolakan dari masyarakat Poso karena dinilai tidak efektif.
Pada Selasa (10/1) malam, teror bom mengejutkan warga di sekitar Kelurahan Besusu Barat, Palu Timur. Sebuah rangkaian kabel dengan lampu LED yang berkedip-kedip dan diletakkan di tepi Pantai Talise membuat warga ketakutan. Namun setelah diselidiki oleh Tim Jihandak, lampu LED yang berkedip-kedip itu adalah rangkaian PCB walkman yang disambung dengan adaptor listrik 220 Volt.
Tak Bisa Ditoleransi
Koordinator Poso Center, Yusuf Lakaseng, mengungkapkan masyarakat Sulawesi Tengah khususnya Poso mengecam keras terjadinya peristiwa membuang tembakan ke udara secara beruntun oleh Brimbob Kelapa Dua dan Batalyon Kavaleri TNI Angkatan Darat. Tindakan itu tidak bisa ditoleransi karena menyebarkan ketakutan pada masyarakat.
“Masyarakat menuntut penarikan semua pasukan TNI dari Poso. Keberadaan Pasukan TNI di Poso sangatlah tidak tepat sebagai pasukan yang diperbantukan karena Poso tidaklah dalam situasi ancaman kerusuhan apalagi terjadinya perang,” lanjutnya.
“Kami juga mendesak untuk menyelidiki dan menindak semua aparat Polri yang nakal dan terlibat tindak kekerasan dan tidak profesional sehingga meresahkan ketenteraman warga,” ujarnya.Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Arianto Sangadji juga menegaskan kepada SH secara objektif pengungkapan kekerasan di Poso tidak berhasil dilakukan oleh aparat keamanan, bahkan aparat keamanan menjadi bagian pencipta kekerasan.
“Kami minta presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen sebagai badan yang bertugas mengungkap fakta objektif atas berbagai aksi teror yang telah terjadi,” tegasnya. (*)