Bentuk Desk Khusus untuk Tangani Palu

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta memperluas cakupan pelaksanaan Inpres No 14 tahun 2005 tentang Penanganan Poso yang Komprehensif, tidak hanya di Poso tetapi juga hingga ke Palu, bahkan di seluruh wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) yang telah menjadi sasaran aksi-aksi terorisme. DailyUntuk menangani kekerasan di daerah ini, pemerintah juga diminta membentuk desk khusus setingkat kementerian yang dapat mengurusi masalah-masalah penegakan hukum serta pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat konflik. Permintaan itu disampaikan anggota DPRD Sulteng Marwan HM Ferry dari Fraksi Bhineka Tunggal Ika, Karel Megati dari Fraksi Partai Golkar dan Direktur Yayasan Tanah Merdeka Palu Arianto Sangadji sewaktu dihubungi Pembaruan secara terpisah, Selasa pagi, di Palu. Marwan yang juga wakil ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Sulteng menilai, Inpres No 14/2005 terbukti cukup efektif menangkal persoalan-persoalan terorisme dan kekerasan di Poso. Walaupun baru sekitar sebulan pelaksanaan Inpres itu, tapi kekerasan di Poso mulai bisa teratasi, dan pelaku-pelaku yang diduga terlibat dalam aksi terorisme telah ditangkap tanpa pandang bulu.

“Ini karena Inpres itu dibuat sangat tegas, sehingga aparat tidak tanggung-tanggung melakukan tugasnya di lapangan. Jadi, menurut hemat kami, cakupan Inpres itu perlu diperluas sampai ke Palu yang kini juga telah menjadi sasaran kebiadaban pelaku terorisme,” katanya.

Karel Megati yang juga ketua DPW Partai Damai Sejahtera Sulteng menambahkan, tidak hanya di Palu tetapi sekaligus menyeluruh di daerah Sulteng. “Aksi terorisme sudah menjalar ke semua daerah di Sulteng. Itu dibuktikan dengan ditemukannya barang-barang bukti seperti bahan-bahan peledak di daerah-daerah kabupaten di Luwuk, Ampana yang diduga disuplai untuk aksi-aksi teror bom di Poso maupun Palu. Jadi kami minta Presiden SBY memperluas cakupan hukum Inpres No. 14/2005 hingga ke seluruh Sulteng demi penanganan komprehensif masalah terorisme di sini,” tandasnya.

Arianto berpendapat, Inpres No 14/2005 sudah cukup baik tetapi masih perlu aparat keamanan didorong untuk bertindak cepat, seperti menangkap siapa saja yang terindikasi mengkorupsi dana bantuan pengungsi. “Soalnya dana-dana bantuan pengungsi yang dikorupsi itu, yang diduga dipakai membiayai kekerasan di Poso maupun Palu,” ungkapnya.

Untuk menangani kekerasan di daerah ini, lanjutnya, pemerintah juga perlu membentuk desk khusus setingkat kementerian yang dapat mengurusi masalah-masalah penegakan hukum serta pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat konflik.

Pemerintah juga sudah saatnya merombak institusi intelijen secara total sesuai tuntutan negara yang modern, demokratis, dan bukan lagi jadi institusi yang menakutkan. “Jangan-jangan kasus ini bukan karena aparat intelijen gagal mendeteksi kekerasan tetapi justru membiarkan kekerasan itu terjadi,” katanya.

45 Saksi

Sementara itu Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Bambang Kuncoko mengatakan, dalam kasus ledakan bom di Palu pada 31 lalu itu, Polri telah meminta keterangan 45 saksi. Sebanyak 18 saksi di antaranya dimintai keterangann di tempat kejadian perkara. Sedangkan 27 saksi lainnya adalah korban luka-luka akibat kejadian itu, sehingga Polri meminta keterangan mereka di rumah sakit tempat mereka dirawat.

Bambang menyebutkan, satu dari 45 saksi itu, yakni M, masih diperiksa secara intensif oleh Polri. “Ada yang mengatakan, dia ini sebagai pelaku. Sebenarnya belum bisa disimpulkan sebagai pelaku sebab kami masih memeriksa M secara intensif,” katanya.

Polda Sulawesi Tengah dan tim Mabes Polri, lanjutnya, masih melakukan olah tempat kejadian perkara untuk mencari barang material lainnya.

Barang bukti yang sudah ditemukan di lokasi kejadian tuturnya, seperti gotri, bingkai telepon selular Siemens, tas hitam berisi sepatu dan celana serta handy talky bermerek Alinco.

Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Oegroseno sewaktu dihubungi Pembaruan, pagi tadi, menjelaskan, proses pengungkapan kasus bom di penghujung 2005 itu langsung ditangani tim dari Mabes Polri.”Jadi untuk mempermudah jalur birokrasi, maka semuanya ditangani langsung Mabes Polri,” katanya.

Saat ini, sambungnya, sedang dalam tahap pemeriksaan barang-barang bukti di Laboratorium Forensik Mabes Polri dan hasilnya belum diketahui.

Di samping itu polisi masih memeriksa M, warga Kabupaten Tolitoli yang diduga terlibat peledakan bom. Namun statusnya masih sebagai sebagai saksi, belum ditetapkan sebagai tersangka. (128)

Sumber : Suara Pembaruan