Buruh Morowali Desak Pemkab dan DPRD Tetapkan UMSK
Bungku, Metrosulawesi.com – Ratusan buruh perusahaan yang tergabung dalam Gerakan Pekerja/Buruh Morowali Bersatu (Gerakan Pamri Bersatu), menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD dan kantor Bupati Morowali, Senin (6/7). Para demonstran ini menuntut upah kerja mereka yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan kerja dari perusahaan. Dalam pernyataan sikap yang disampaikan koordinator aksi, Syarifuddin L menilai bahwa buruh di Kabupaten Morowali khususnya, dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan investasi. Namun, imbalan atau upah yang didapatkan buruh sangat rendah.
“Politik upah murah adalah praktek yang dilakukan oleh investasi asing melalui perpanjangan tangan yaitu negara. Dimana negara melegitimasi dengan menyusun regulasi perburuhan yang melegalkan politik upah murah khususnya di Morowali,” sebut Syarifuddin dalam pernyataan sikapnya.
Gerak Pamri Bersatu juga menilai, survei untuk menentukan upah terkesan tidak profesional, karena tidak sesuai dengan lonjakan inflasi yang begitu menggerogoti leher para pekerja. Menurut mereka, seharusnya di Morowali sudah ditetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk menjawab persoalan ekonomi buruh yang semakin terjepit.
Selain itu, buruh lokal menganggap kehadiran buruh Tiongkok di Morowali hanya menambah keresahan bagi mereka. Karena keberadaan buruh Tiongkok justru mempersempit lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia dan merugikan daerah.
Demonstran menyebutkan, seharusnya kehadiran buruh Tiongkok mampu menggenjot PAD Kabupaten Morowali di sektor ketenagakerjaan.
“Namun, pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, terkesan berdiam diri terhadap persoalan ini. Sementara tenaga kerja kita di luar negeri ditindas, dikejar-kejar, sampai disiksa tidak selayaknya dilakukan terhadap manusia,” tegas Syarifuddin.
Olehnya, Gerak Pamri Bersatu menyampaikan delapan poin pernyataan sikap. Diantaranya, mendesak pemerintah dan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali untuk segera menetapkan UMSK.
Mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas terkait pengupahan yang masih melanggar undang-undang dan SK gubernur tentang UMK.
Menolak upah murah.
“Keempat, stop outsourching. Kelima, menolak peraturan perusahaan yang tidak pro terhadap buruh. Keenam, alat pelindung diri (APD) yang tidak sesuai dengan aturan K3. Ketujuh, mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkrit aturan perusahaan yang mempekerjakan buruh di hari raya keagamaan.”
“Kedelapan, mendesak DPRD Morowali, bupati Morowali, dan kepolisian, untuk segera melakukan sidak terhadap tenaga kerja asing yang merugikan daerah,” katanya menguraikan tuntutan buruh.
Terkait tuntutan para buruh itu, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Morowali, Rahman Toppo mengatakan bahwa tuntutan para buruh itu sesuatu hal yang wajar dilakukan. Menurutnya, para buruh memiliki acuan yang jelas tentang penerapan UMK sesuai SK gubernur.
“Pemerintah saat ini telah melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan ketentuan. Melayangkan surat ke setiap perusahaan agar selalu menyikapi hak-hak yang melekat pada setiap pekerja atau buruh,” kata Rahman yang turut hadir pada aksi demonstrasi buruh di gedung DPRD Morowali.
Sementara, Wakil Ketua II DPRD Morowali, Taslim yang menerima aksi para buruh mengatakan, persoalan yang menjadi tuntutan para buruh harus dicarikan solusi. Karena menurutnya, setiap persoalan selalu ada bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan.
“Kami sebagai wakil rakyat tentunya tidak akan mendiamkan kasus ini. Tetapi akan ditindaklanjuti secara serius sesuai dengan kewenangan yang kami miliki sebagai lembaga wakil rakyat. Namun, kita juga berharap, jangan sampai aksi ini ditunggangi pihak kedua yang punya kepentingan,” jelas politisi NasDem ini dihadapan para buruh.
Taslim juga berjanji, bahwa pihak DPRD akan segera menindaklanjuti persoalan yang menjadi tuntutan buruh itu, dengan mengundang pihak pemerintah daerah dan pihak perusahaan untuk dibicarakan.
Secara terpisah, Syahrul Abbas, yang mewakili pihak manajemen perusahaan dibawah naungan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) itu mengatakan, bahwa pihak perusahaan tetap akan memenuhi kewajibannya sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut dia, tidak ada niat dari pihak perusahaan untuk merugikan para pekerja atau buruh, apalagi terhadap buruh lokal di Morowali yang justru menjadi perhatian khusus dan prioritas pihak perusahaan. Setiap persoalan, kata dia, pasti ada jalan keluarnya untuk dibicarakan secara bersama.
“Intinya bahwa pihak perusahaan akan tetap memenuhi kewajiban sebagaimana aturan yang ditetapkan pemerintah. Olehnya, komunikasi ini perlu kita bangun secara bersama, bahwa tidak ada satu pun persoalan yang tidak bisa diselesaikan sepanjang kita bersama-sama memiliki niat yang baik untuk menyelesaikannya,” pungkas Syahrul kepada Metrosulawesi di Bahodopi, Senin (6/7) petang. (rad/yar)
Editor : Tahmil Burhanuddin Hasan
Sumber: metrosulawesi.com
Bungku, Metrosulawesi.com – Ratusan buruh perusahaan yang tergabung dalam Gerakan Pekerja/Buruh Morowali Bersatu (Gerakan Pamri Bersatu), menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD dan kantor Bupati Morowali, Senin (6/7).
Para demonstran ini menuntut upah kerja mereka yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan kerja dari perusahaan.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan koordinator aksi, Syarifuddin L menilai bahwa buruh di Kabupaten Morowali khususnya, dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan investasi. Namun, imbalan atau upah yang didapatkan buruh sangat rendah.
“Politik upah murah adalah praktek yang dilakukan oleh investasi asing melalui perpanjangan tangan yaitu negara. Dimana negara melegitimasi dengan menyusun regulasi perburuhan yang melegalkan politik upah murah khususnya di Morowali,” sebut Syarifuddin dalam pernyataan sikapnya.
Gerak Pamri Bersatu juga menilai, survei untuk menentukan upah terkesan tidak profesional, karena tidak sesuai dengan lonjakan inflasi yang begitu menggerogoti leher para pekerja. Menurut mereka, seharusnya di Morowali sudah ditetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk menjawab persoalan ekonomi buruh yang semakin terjepit.
Selain itu, buruh lokal menganggap kehadiran buruh Tiongkok di Morowali hanya menambah keresahan bagi mereka. Karena keberadaan buruh Tiongkok justru mempersempit lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia dan merugikan daerah.
Demonstran menyebutkan, seharusnya kehadiran buruh Tiongkok mampu menggenjot PAD Kabupaten Morowali di sektor ketenagakerjaan.
“Namun, pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, terkesan berdiam diri terhadap persoalan ini. Sementara tenaga kerja kita di luar negeri ditindas, dikejar-kejar, sampai disiksa tidak selayaknya dilakukan terhadap manusia,” tegas Syarifuddin.
Olehnya, Gerak Pamri Bersatu menyampaikan delapan poin pernyataan sikap. Diantaranya, mendesak pemerintah dan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali untuk segera menetapkan UMSK.
Mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas terkait pengupahan yang masih melanggar undang-undang dan SK gubernur tentang UMK.
– See more at: http://www.metrosulawesi.com/article/buruh-morowali-desak-pemkab-dan-dprd-tetapkan-umsk#sthash.PS9pDjzx.dpuf
Bungku, Metrosulawesi.com – Ratusan buruh perusahaan yang tergabung dalam Gerakan Pekerja/Buruh Morowali Bersatu (Gerakan Pamri Bersatu), menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD dan kantor Bupati Morowali, Senin (6/7).
Para demonstran ini menuntut upah kerja mereka yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan kerja dari perusahaan.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan koordinator aksi, Syarifuddin L menilai bahwa buruh di Kabupaten Morowali khususnya, dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan investasi. Namun, imbalan atau upah yang didapatkan buruh sangat rendah.
“Politik upah murah adalah praktek yang dilakukan oleh investasi asing melalui perpanjangan tangan yaitu negara. Dimana negara melegitimasi dengan menyusun regulasi perburuhan yang melegalkan politik upah murah khususnya di Morowali,” sebut Syarifuddin dalam pernyataan sikapnya.
Gerak Pamri Bersatu juga menilai, survei untuk menentukan upah terkesan tidak profesional, karena tidak sesuai dengan lonjakan inflasi yang begitu menggerogoti leher para pekerja. Menurut mereka, seharusnya di Morowali sudah ditetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk menjawab persoalan ekonomi buruh yang semakin terjepit.
Selain itu, buruh lokal menganggap kehadiran buruh Tiongkok di Morowali hanya menambah keresahan bagi mereka. Karena keberadaan buruh Tiongkok justru mempersempit lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia dan merugikan daerah.
Demonstran menyebutkan, seharusnya kehadiran buruh Tiongkok mampu menggenjot PAD Kabupaten Morowali di sektor ketenagakerjaan.
“Namun, pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, terkesan berdiam diri terhadap persoalan ini. Sementara tenaga kerja kita di luar negeri ditindas, dikejar-kejar, sampai disiksa tidak selayaknya dilakukan terhadap manusia,” tegas Syarifuddin.
Olehnya, Gerak Pamri Bersatu menyampaikan delapan poin pernyataan sikap. Diantaranya, mendesak pemerintah dan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali untuk segera menetapkan UMSK.
Mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas terkait pengupahan yang masih melanggar undang-undang dan SK gubernur tentang UMK.
– See more at: http://www.metrosulawesi.com/article/buruh-morowali-desak-pemkab-dan-dprd-tetapkan-umsk#sthash.PS9pDjzx.dpuf
Bungku, Metrosulawesi.com – Ratusan buruh perusahaan yang tergabung dalam Gerakan Pekerja/Buruh Morowali Bersatu (Gerakan Pamri Bersatu), menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD dan kantor Bupati Morowali, Senin (6/7).
Para demonstran ini menuntut upah kerja mereka yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan kerja dari perusahaan.
Dalam pernyataan sikap yang disampaikan koordinator aksi, Syarifuddin L menilai bahwa buruh di Kabupaten Morowali khususnya, dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan investasi. Namun, imbalan atau upah yang didapatkan buruh sangat rendah.
“Politik upah murah adalah praktek yang dilakukan oleh investasi asing melalui perpanjangan tangan yaitu negara. Dimana negara melegitimasi dengan menyusun regulasi perburuhan yang melegalkan politik upah murah khususnya di Morowali,” sebut Syarifuddin dalam pernyataan sikapnya.
Gerak Pamri Bersatu juga menilai, survei untuk menentukan upah terkesan tidak profesional, karena tidak sesuai dengan lonjakan inflasi yang begitu menggerogoti leher para pekerja. Menurut mereka, seharusnya di Morowali sudah ditetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk menjawab persoalan ekonomi buruh yang semakin terjepit.
Selain itu, buruh lokal menganggap kehadiran buruh Tiongkok di Morowali hanya menambah keresahan bagi mereka. Karena keberadaan buruh Tiongkok justru mempersempit lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia dan merugikan daerah.
Demonstran menyebutkan, seharusnya kehadiran buruh Tiongkok mampu menggenjot PAD Kabupaten Morowali di sektor ketenagakerjaan.
“Namun, pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, terkesan berdiam diri terhadap persoalan ini. Sementara tenaga kerja kita di luar negeri ditindas, dikejar-kejar, sampai disiksa tidak selayaknya dilakukan terhadap manusia,” tegas Syarifuddin.
Olehnya, Gerak Pamri Bersatu menyampaikan delapan poin pernyataan sikap. Diantaranya, mendesak pemerintah dan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali untuk segera menetapkan UMSK.
Mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas terkait pengupahan yang masih melanggar undang-undang dan SK gubernur tentang UMK.
– See more at: http://www.metrosulawesi.com/article/buruh-morowali-desak-pemkab-dan-dprd-tetapkan-umsk#sthash.PS9pDjzx.dpuf