Halim: PT INCO Abaikan Prinsip Kelestarian Ekologi
Menurutnya, pihak PT Inco selaku perusahaan pengelola seharusnya menunjukkan sikap bertanggungjawab terhadap persoalan tersebut. PT Inco, kata Halim, sudah sepantasnya mengambil tindakan atas lubang-lubang yang telah mereka hasilkan, dengan cara menutup kembali lubang bekas eksplorasi serta melakukan rehabilitasi terhadap lubang-lubang tersebut, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Agar tidak terkesan telah mengabaikan prinsip-prinsip ekologi dan mengabaikan keselamatan warga yang bermukim disekitar wilayah eksplorasi di Bahodopi dan Petasia, maka PT Inco harus menunjukkan sikap bertanggungjawabnya dengan cara menutup lubang-lubang tersebur dan melakukan rehabilitasi kembali”,ungkapnya.
Dirinya juga menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten dan pihak-pihak terkait yang terkesan lamban dan tidak tegas dalam menangani masalah ini. Padahal, kata Haliom, lubang-lubang eks galian eksplorasi ini pernah menelan korban jiwa pada tahun 2008 lalu.
“saya juga mengaharapkan pemerintah daerah dan pihak terkait bisa bersikap serius dan dapat mengambil langkah-langkah tegas dalam menyikapi masalah ini. Apalagi sudah ada korban jiwa yang jatuh”, ungkapnya.
Ditemui terpisah. Koordinator Solidaritas Anti Korupsi (SAKSI) Sulawesi Tengah Ivan Yudartha mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun menunjukkan lubang galian PT Inco di sekitar Desa Ganda-ganda telah memakan korban jiwa. Pada tahun 1990 silam, dua warga desa disekitar wilayah tersebur terjerembab kedalam lubang galian tersebut, mengakibatkan keduanya mengalami cacat seumur hidup.
“Ironisnya, kedua korban tidak mendapat kompensasi sebagai biaya pengobatan dari PT Inco selaku pemilik area usaha pertambangan,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah mestinya mengevaluasi tiap kegiatan usaha pertambangan daerahnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana dampak usaha pertambangan terhadap lingkunagan dan masyarakat.
“Evaluasi atas dampak usaha pertambangan mestinya dilakukan pemerintah melalui instansi teknis terkait. Upaya ini juga sebagai bentuk proteksi pemerintah untuk perlindungan lingkungan dan hak masyarakat yang berdiam disekitar usaha pertambangan,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, menurut Ivan, tiap usaha pertambangan diwajibkan melakukan reklamasi atas lahan yang dijadikan area usaha pertambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan.
“Untuk itu, tiap perusahaan pertambangan harus menyediakan dana reklamasi untuk perbaikan fungsi dan daya guna lahan pasca usaha pertambangan.” Kata aktifis Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) itu.
Sementara itu, Hubungan Masyarakat (Humas) PT Inco, Syaiful gobel yang dikonfirmasi via telepon genggam terkait kebradan lubang-lubang yang berada disekittar pemukiman warga mengatakan, bahwa memenag ada lubang bekas galian yang diakui sebegai bekas eksplorasi dari PT Inco. Namun, menurut Syaiful, diantara lubang tersebut sudah tidak jelas lagi yang mana bekas galian PT Inco dan yang mana bekas galian PT Hoffman International. Sebab kata dia, ada dua perusahaan yang melakukan eksplorasi dilahan yang sama, diantaranya disekitar desa Gand-ganda.Kecamata Petasia.
“Memang kami akui diantara luabng-lubang pasca tambang itu adalah lubang bekas kegiatan dari PT Inco. Hanya saja, sudah tidak jelas mana lubang pasca tambang yang diakibatkan kegiatan PT Imco dan mana lubang yang dikaibatkan oleh kegiatan PT Hoffman. Sebab, antara Inco dan Hoffman membuat kegiatan tambanganya pada lokasi yang sama. Jadi disini terjadi tumpang tindih lahan tambang antara dua perusahaan. Makanya sudah tidak jelas lagi”, jelasnya.
Namun, ketika media ini mengkonfirmasi bukankah ada titik-titik koordinat yang dibuat oleh ahli geologis setiap perusahaan pertambangan sebelum diadakan pengeboran, Syaiful gobel mengatakan bahwa memang masih ada file titik-titik koordinat lubang yang dapat emeberikan petunjuk lubang-lubang mana saja milik PT Inco dan mana milik PT Hoffman. Namun, kata syaiful, pihaknya harus membuka data-data lama dulu, dan hal ini memerluikan waktu. “OIya memang, ada data-data titik koordinat sebelum pengeboran, namun berarti kami harus membuka file-file lama yang jumlahnya sangat banyak. Dan itu memerlukana waktu”,jelasnya.TIO
Sumber : Garda Sulteng, Senin, 4 Mei 2008