IUP BARU DIBALIK PENGUSIRAN INCO
Oleh : Danel Lasimpo, Direktur Pelaksana Yayasan Tanah Merdeka
Kehadiran perusahaan tambang nikel raksasa PT. INCO yang sekarang beruba nama menjadi PT. VALE INCO, terus menuai perlawanan rakyat akibat aktifitas yang tidak memberikan kesejahteraan, terbukti sejak melakukan studi kelayakan dan eksplorasi. Tahun 1968 di Desa One Pute Jaya dan Desa Bahomotefe, banyak menimbulkan persoalan pertanahan, dimana sebagian areal konsensi PT.INCO yang terletak di Kecamatan Bungku Timur dan Kecamatan Bahodopi.Selain soal perampasan tanah-tanah masyarakat, persoalan lain yang di timbulkan sejak kehadiran PT Inco adalah tumpang tindihnya lokasi pemukiman eks transmigrasi di desa One Pute Jaya (eks UPT Bahomotefe – Bungku Timur), Bahomakmur (eks UPT Bahodopi) yang di klaim oleh PT. INCO sebagai wilayah konsesi mereka.
Aksi massa pada tanggal 06 Februari 2012, menuntut PT. INCO segera angkat kaki dari Bungku – Morawali, kalau tidak merealisasikan pembangun pabrik di Bungku. Aksi di lokasi perusahaan dimana ribuan massa, dari dua Kecamatan Bahodopi dan Bungku Timur, yang berdampak terbakarnya dua Camp perusahaan serta empat mobil perusahaan ikut hangus. Kejadian tersebut merupakan akumulasi dari protes rakyat di sekitar lingkar tambang PT INCO yang sudah puluhan tahun menuntut sengketa lahan yang dirampas tanahnya oleh perusahaan yang berkolaborasi dengan pemerintah yang pro terhadap modal asing.
Sebelumnya aksi-aksi protes massa telah terjadi puluhan kali, namun tidak pernah mendapat respon positif oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Anehnya, aksi tanggal 06 Februari 2012, di Desa Bahomotefe (kurang-lebih 9 km dari jalan trans sulawesi), mendapat dukungan sepenuhya dari Bupati Morwali – Anwar Hafid dan Gubernur Sulawesi Tengah – Longky Djanggola yang selama ini mendesak PT. INCO, untuk segera mendirikan pabrik di Bungku, seperti yang di muat oleh media lokal di Palu.
Ada apa di balik dukungan aksi tersebut?
Kami, dari Yayasan Tanah Merdeka mengapresiasi sikap pemerintah daerah yang mendukung aksi masyarakat. Tetapi tuntutan yang meminta PT. INCO mendirikan pabrik disana bukan satu-satunya solusi untuk kesejahteraan masyarakat di area lingkar tambang. Tetapi tidak menyelesaikan masalah pokok disana adalah sengketa lahan masyarakat dan tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan informasi dari lapangan, ribuan massa yang di mobilisasi mengusir PT. INCO dengan menggunakan fasilitas kendaraan perusahaan lain (PT Graha Sumber Mining Indonesia anak perusahaan dari PT. Sulawesi Resources) yang memiliki izin di area konsesi yang sama dengan PT. INCO. Mobilisasi aksi tersebut membuktikan bahwa adanya konspirasi pemodal dan penguasa di daerah yang telah mengeluarkan IUP baru kepada beberapa perusahaan lain. Hasil investigasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, saat ini ada 43 Perusahaan telah mengantongi izin (IUP) diatas area Kontrak Karya PT. INCO. Sangat jelas, kepentingan pemerintah daerah yang mengusir satu raksasa, mengundang ratusan kurcaci masuk ke Bungku – Morowali, untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam disana.
Sangat naif, kalau kepentingan pengusiran PT. INCO dari Morowali untuk alasan kesejahteraan rakyat, tidak ada jaminan bahwa perusahaan – perusahaan lain yang mendapat izin di area konsesi yang sama, juga mensejahterakan rakyat.
Jadi baik raksasa maupun kurcaci sama- sama menyengsarakan dan merampas hak – hak rakyat atas tanah di area lingkar tambang. Sama halnya masyarakat Morowali dilepaskan dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. ***
Sumber : Koran Harian, Radar Sulteng, 07 Februari 2012