Kedaulatan Petani dan Kenaikan BBM
Oleh : Lala Tirto Soerjo, Staf YTM
syarat-syarat kejahatan dan penindasan yang lebih kejam dari pada sebelumnya telah dimulai, bersamaan dengan kebijakan pemangkasan subsidi/kenaikan harga BBM, akan menimbulkan cerita tentang akumulasi-akumulasi primitif baru, pengintensifan waktu kerja, pemotongan upah, hingga pemecatan bagi kelas buruh akan lebih ketat dan pertumbuhan tenaga kerja cadangan menjadi semakin melimpah.
Kenaikan BBM : Berkontribusi terhadap terjadinya Akumulasi Primitif
bagaimana hal demikian terjadi?
Kenaikan harga BBM bagi rakyat kebanyakan menjadi masalah yang serius, tidak terkecuali bagi petani. karena naiknya harga BBM akan memicu inflasi secara besar-besaran, yang mengakibatkan harga barang-barang pokok juga akan naik, dan biaya transportasipun demikian. Sedankan bagi petani, pada umumnya sektor produksi pertanian baik itu di pedesaan, sejauh ini sudah terintegrasi kedalam politik komoditi, dimana para petani bergantung pada pasar komoditi perlengkapan alat-alat produksi pertanian, seperti: Pupuk, Obat-obatan baik herbisida maupun peptisida, bibit unggul dll. Dengan naiknya harga BBM tentu bahan-bahan perlengkapan pertanian tersebut akan ikut naik harganya bersama dengan harga komoditi lain. hal ini tentu berakibat pada kenaikan ongkos produksi pertanian yang akan di emban oleh para petani, sehingga memicu pendapatan rendah yang disebabkan ongkos produksi tinggi.Masalah lain lagi, kebutuhan subsisten seperti konsumsi juga mengalami inflasi, sehingga petani harus mengeluarkan ongkos yang lebih besar lagi untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Tentu ongkos produksi pertanian yang naik, karena bahan-bahan seperti pupuk, obat-obatan naik mengakibatkan penghasilan petani menjadi rendah, disisilain petani harus mengeluarkan ongkos konsumsi yang tinggi dengan pengasilan rendah tersebut. Ini merupakan pukulan berat bagi petani yang harus ditangung bertahun-tahun, dan dalam keadaan tertentu ini akan memicu terjadinya deferensiasi petani dalam produksi pertanian.
Lalu apa hubungannya cerita ini dengan terjadinya akumulasi perimitif?. Memang jika penjelasannya sebatas disini, tidak akan menjelaskan kaitannya dengan terjadinya akumulasi perimitif. tetapi jika kita coba masuk lebih dalam dan berusaha melihat dengan dialektik dari cerita tersebut, kita akan menemukan persoalan yang memang dengan kasat mata tidak muncul di permukaan, tetapi sesungguhnya adalah problem yang sangat penting untuk dipublikasikan.
Akumulasi primitif yang saya maksud adalah pengusuran atau/maupun perampasan alat produksi petani berupa tanah oleh modal bersekala besar yang kemudian dijadikannya (tanah tersebut ) sebagai lahan untuk kebutuhan akumulasi kapital/produksi nilai lebih oleh kelas kapitalis. Atau lebih ringkasnya lagi peroses pemisahan alat produksi dalam hal ini tanah dari pemilik/pengarap dalam hal ini petani baik lewat mekanisme ganti rugi, perampasan secara paksa maupun lainnya. proses akumulasi primitif terjadi bukan sebuah cerita singkat, bukan cerita satu dua minggu bukan juga dua tiga buan, tetapi cerita panjang yang kadang membutuhkan waktu puluhan bahkan sampai ratusan tahun lamanya.
Mari kita coba membaca rasionalisasi dari kenaikan BBM dan hubungannya dengan Akumulasi Primitif. cerita di atas mengisahkan sebuah problematis petani dalam menjaga produktifitas pertaniannya, dan sebenarnya cerita tentang rendahnya hasil produksi pertanian seperti diatas saat ini walaupun sebelum dinaikannya harga BBM juga sudah menjadi bagian cerita yang tidak asing melanda para petani pada umumnya, lalu bagaimana pasca kenaikan BBM? Pasti akan semakin kompleks ceritanya.
Kenaikan harga BBM memicu rendahnya produktifitas pertanian, untuk menarik salah satu bagian yang menjadi penyebab mengapa petani sejauh ini mudah melepaskan tanahnya untuk di jual atau dibiarkan begitu saja dan mereka malah mencari pekerjaan lain menjadi buruh misalnya. karena petani tidak memiliki basis kekuatan yang bisa menjamin mengapa mereka harus mempertahankan lahan tersebut, adaikan dalam bertani mereka tidak mendapatkan produktifitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (konsumsi, pendidikan untuk anak-anak mereka dll). logika sederhananya begini “ketika produktifitas bertani rendah maka petani akan rentan menjual atau meninggalkan lahanya dan mencari sumber mata pencarian lain, misalnya menjadi buruh di perusahaan, atau di perkebunan atau bahkan menjadi buruh tani di pertanian.
Jika memahami cerita akumulasi primitif merupakan cerita yang panjang, cerita dari babak perbabak yang menyejarah, yang dinegasikann oleh kendala- kendala yang dihadapi para petani dalam mempertahankan produktifitas pertaniannya, kemudian cerita kendala-kendala tersebut memicu terjadinya deferensiasi petani, yang kemudian melahirkan petani kaya, petani sedang, dan petani miskin yang rentan kemdian menjadi buruh tani dan buruh di sektor produksi lain. Penjelasan pada paragraf sebelumnya bermaksud untuk menjelaskan hal semacam ini, dimana berawal dari kenaikan harga BBM, dan kemudian menyebabkan produktifitas petani rendah karena tidak mampu membeli pupuk, obat-obatan dll. dengan demikian akan ada yang tidak mampu meningkatkan produktifitas pertaniannya, sedangkan disisi lain harga bahan pokok semakin naik, belum lagi ditambah dengan persoalan lain, misalnya keluarga petani ada yang sakit dan membutuhkan biaya mahal, sedangkan penghasilan petani hanya cukup dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal, maka cerita semacam inilah yang kemudia memaksa para petani harus menjual lahan atau mengadaikannya keorang lain. dan konsekuensi dari semua itu mereka kehilangan alat produksi hanya sisa tenaga kerja yang masih mereka miliki, mau atau tidak mau mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk tetap bertahan hidup, entah itu di produksi kapitalis ataupun yang non-kapitalis, tetapi pada intinya mereka dipisahkan dari alat produksinya, inilah yang saya sebut dengan akumulasi primitif.
Jauh sebelum kenaikan harga BBM tahun ini, Cerita semacam ini juga sudah terjadi pada petani One Pute Jaya Kec.Bungku timur Kab.Morowali Sulawesi Tengah. dimana penduduk yang didominasi oleh petani itu dibentuk atas program transmigrasi tahun 1990, sejak pertama kali ditempatkan di One Pute Jaya sebagai transmigran, kegiatan bertanipun dimulai dan hasil produksi pertanian menjadi sumber mata pencarian utama mereka. Lalu beberapa tahun kemudian, mereka menghadapi masalah, yaitu hadirnya PT.Inco (sekarang Valle Indonesia) dengan mengklaim lahan yang di bagikan kepada para petani tersebut adalah wilayah kontrak karyanya, sempat terjadi bersitegang yang memicu pertentangan keras antara para petani dan pihak perusahaan. Lalu duduk masalah melalui prosedur pemerintahan melahirkan kesepakatan, bahwa kalau perusahaan memang benar menginginkan wilayah lahan milik para petani desa One Pute Jaya, maka pihak perusahaan harus mengantirugi lahan tersebut. Tetapi usai kesepakatan tersebut ternyata perusahaan tidak menangapi dengan serius untuk segera mengantirugi lahan. PT Inco memilih hilang bagai ditiup anging, pertentanganpun mereda dan petani mulai fokus kembali bertani.
Ketika pertentang dengan PT. Inco tidak lagi memanas, maka para petani kembali fokus untuk bertani. Ditengah kesibukan mereka mengarap ladang, tanpa disadari sebuah pergerakan lamban terjadinya deferensiasi sedang berlangsung, diantara mereka ada yang mendapatkan hasil produktifitas tinggi dan ada juga yang rendah, sehingga mereka mulai terlibat jual beli tanah diantara para petani desa setempat maupun dari pihak luar. Yang semula masing-masing petani memiliki lahan seluas 95 are, kemudian hingga ada yang meniliki 2-4 hektare. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi diantara petani untuk mendapatkan produktifitas pertanian yang lebih baik, dan dalam kompetisinya ada yang mampu terus berkembang dan semakin baik produktifitas pertaniannya, sedangkan disisi lain ada yang semakin memburuk karena tidak bisa meningkatkan produktifitasnya, akibat lahan yang tidak subur maupun kekurangan biaya untuk mengembangkan cara berproduksi.
Inilah yang menjadi salah satu alasan, mengapa sebagian petani One Pute Jaya memilih menjual tanahnya dan bekerja di tempat lain, misalnya bekerja di Tolai sebagi buruh diperkebunan coklat dan juga di pertanian sawah. Terlebih lagi ketika perusahaan tambang berdatangan di sekitar desa tersebut, beberapa diantara petani yang kemudian meninggalkan sawahnya dan memilih bekerja menjadi buruh di perusahaan tersebut. Dan yang paling nampak dikalangan anak-anak mereka, umumnya pemuda di desa One Pute Jaya tidak lagi meneruskan usaha orang tuannya sebagai petani seperti sebelum-sebelumnya, tetapi sekarang mereka lebih memilih bekerja di perusahaan sebagai buruh disana.
Cerita tentang Pengalaman Petani One Pute Jaya, sengaja saya hadirkan untuk menjelaskan adanya indikasi dari rendahnya produktifitas pertanian menyebabkan para petani rentan untuk meninggalkan garapannya bahkan menjual tanahnya dan mencari pekerjaan lain menjadi buruh misalnya. Tetapi cerita di atas merupakan proses ploretarisasi/akumulasi primitif yang cukup panjang, dimana dimulai semenjak mereka didatangkan di One Pute Jaya sebagai Transmigran.
Memang benar akumulasi primitif tidak bisa dimaknai sedangkal cerita di atas, akan tetapi cerita diatas juga tidak bisa dipisahkan sebagai bagian dari terjadinya ploretarisasi petani. cerita soal produktifitas pertanian memang salah satu bagian dari kompleksnya kendala-kendala yang dihadapi oleh para petani hingga menyebabkan mereka terlibat dalam jual beli tanah. tetapi dengan tidak membatasi kajian yang luas dan umum proses terjadinya akumulasi primitif, rendahnya hasil produksi juga menjadi bagian penting dari masalah internal pertanian untuk di lihat secara teliti.
Cara pandang dialektik menganjurkan untuk tidak memisahkan bagian-bagian dari serangkaian yang menimbulkan suatu maslah dengan kata-kata bahwa ini tidak penting dan itu penting, padahal keduanya menjadi bagian tendensi terjadinya masalah tersebut. Bukankah cara pandang dialektika harus mengikutsertakan semua hal yang menjadi asal muasal terjadinya sebuah kejadian dalam hal ini akumulasi primitif. Lalu apa yang akan kita gambarkan tentang akumulasi primitif yang terjadi terhadap petani One Pute Jaya tanpa membicarakan Produktifitas yang rendah menjadi salah satu penyebab terjadinya akumulasi primitif, padahal itu menjadi bagian yang menurut saya penting, tentu penjelasanya harus mengikut sertakan sebuah cerita yang menyejarah.
Penutup
Kisah keresahan kenaikan harga BBM bukan hanya dirasakan oleh para petani saja, tetapi menjadi kesengsaraan yang menjangkit dari kebanyakan rakyat, atau kelas pekerja khususnya. Misalnya pada buruh, kenaikan harga BBM bisa menyembabkan pemotongan gaji, pengintensipan waktu kerja yang lebih ketat lagi, hingga berdampak pada pemecatan, para pengusaha harus menambah ongkos produksi karena BBM naik dan juga barang-barang lain yang terinflasi juga ikut naik, ongkos produksi menjadi tinggi sehingga pihak pengusaha membebankan penambahan biyaya tersebut kepada kelas buruh, dengan berbagai macam kebijakan.
Membuka wawasan yang lebih luas, penyebab utama dari kenaikan BBM, adalah adanya monopoli produksi di sektor produksi Migas. Dimana ada beberapa perusahaan transnasional yang memegang kendali dari hilir hingga hulu produksi minyak dunia, dengan begitu beberapa perusahaan tersebut dengan mudah mengontrol produksi maupun harga. Monopoli merupakan praktik imperialisme, oleh Lenin disebut sebagai tahapan khusus dari kapitalisme, dimana dalam kubuh kabitalisme terjadi kompetisi diantara kelas kapitalis yang kemudian melahirkan Sentralisasi dan Konsentrasi kapital. karena dalam kompetisi, yang kuat terus meningkatkan kemampuan produksinya dan memakan atau mengakuisisi kapitalis kecil.
Inilah yang terjadi saat ini di produksi migas dunia, kekuatan produksi migas di pegang oleh beberapa perusahaan besar yang memiliki cerita panjang tentang akuisisi dan merger, seperti cerita Exxon dan Mobil yang dulunya dua perusahaan dengan dedikasinya sebagai perusahaan yang berdiri sendiri-sendiri, bahkan keduanya juga pernah terlibat dalam pembentukan kartel untuk mengontrol produksi maupun harga minyak dunia yang dinamakan Sevensisters. namun kemudian, kini ke-dua perusahaan besar tersebut menyatu dengan nama Exxon Mobil. Saat ini ada beberapa perusahaan besar bersekala internasional yang memegang kendali produksi minyak dunia seperti, Wal-Mart Stores, Royal Dutch Shell, Exxon Mobil, Britis Petroleum, Sinopec Groub, China National Petroleum, Chevron, Total dan ConocoPhillips.
Semakin jelas, kapitalis impereialis yang kini sedang berhadapan dengan kelas ploretar, semakin mempraktekan wataknya yang progresif, membuat kekacauan diamana-mana, menciptakan kemiskinan diamana-mana, meng-eksploitasi kelas pekerja dimana-mana, menciptakan tenaga kerja cadangan dimana-mana. Seharusnya ini yang menjadi sorotan pelangaran Hak Asasi Manusia di seluruh penjuru dunia. dan praktek semacam inilah yang kemudian penting untuk mendapatkan kritik secara mendalam, terutama kritik terhadap corak produksinya yang eksplotatif, kritik terhadap kontrol produksi yang barbarian, yang hanya mementingkan segelintir orang saja.