Polisi Bawa Lima Tersangka Koruptor Poso ke Jakarta

Sumber : Koran MAL, Edisi 150/Tahun 34/Minggu IV November 2005.

Mantan Pejabat Bupati Poso Andi Azikin Suyuti dan empat rekanan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bantuan kemanusiaan Poso. Proses hukumnya ditangani Mabes Polri.

PALU – Jumlah dana yang dikorupsi itu sebesar Rp 6,4 milyar, lebih kecil dari dugaan korupsi yang dilaporkan Yayasan Tanah Merdeka (YTM), salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang getol mengungkap kasus ini.Azikin dan empat rekanan Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkesos) Provinsi Sulawesi Tengah, yakni Ivan Sijaya, Haji Agus, Mubin Radjadewa, serta seorang berinisial KS diperiksa marathon oleh tim penyidik dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, sejak senin (28/12) lalu.

 

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (Pol) Oegroseno, Kamis (1/12) menyatakan mereka sebagai tersangka sejak Rabu (30/11) pukul 19.00 WITA.

Dalam kasus ini, Azikin yang juga Kepala Dinkesos Sulteng diduga melakukan penyelewengan dana Bahan Baku Rumah (BBR), salah satu jenis bantuan bagi pemulangan pengungsi Poso pasca konflik tahun 2000.

“Ia, karena jabatannya adalah penanggungjawab dana bantuan itu, sementara tersangka lainnya adalah rekanan Dinkesos yang membantu menyalurkan bantuan tersebut,” sebut bekas Kepala Polda Bangka Belitung itu.

Ditambahkannya, dana bantuan yang diduga mereka korupsi sebesar Rp 6,4 milyar diperuntukkan bagi pembangunan 1.298 rumah pengungsi Poso.

Kamis, (1/12) sekitar pukul 11.30 WITA, para tersangka dibawa ke Mabes Polri untuk diperiksa lebih lanjut. Mereka diangkut dengan pesawat milik Polri dari Bandara Mutiara Palu, dan transit di Bandara Hasanuddin, Makassar dan selanjutnya menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten. Mereka dikawal oleh Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Kombes (Pol) Hasyim. Sejumlah anggota Detasemen Anti teror juga terlibat mengawal.

Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari peran Satuan Tugas Poso yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal (Pol) A Bambang Suedi yang dilantik Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan Widodo AS di Poso, Rabu (23/11) lalu di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Poso, Sulawesi Tengah.

Satgas yang dibentuk sebagai tindak lanjut dari Inpres No 14 Tahun 2005 memang bertujuan untuk mengungkapkan sejumlah kasus di Poso, semisal penyelewengan dana kemanusiaan dan hal-hal residual pasca konflik lainnya.

Lebih Kecil dari Laporan LSM
Jumlah dana yang mereka korupsi , sesungguhnya lebih kecil dari laporan YTM, salah satu LSM di Palu yang giat mengungkapkan kasus korupsi ini.

Menurut Arianto Sangadji, Direktur Eksekutif YTM, antara tahun 2000-2003, pemerintah pusat telah mengucurkan dana tidak kurang dari RP 152 milyar untuk membantu penduduk Poso, Sulawesi Tengah yang dilanda amus sosial bernuansa suku, agama, ras dan antar golongan. Dana-dana itu ditujukan untuk kebutuhan lauk-pauk, jaminan hidup (jadup), bekal hidup (bedup), bantuan pembangunan rumah dalam bentuk bahan baku rumah (BBR), dan biaya pemulangan pengungsi.

Sayang, dalam praktiknya dana yang sempat dinikmati oleh masyarakat jauh lebih kurang dari bantuan miliaran rupiah itu. Dana-dana itu disunat oleh pengelola lewat berbagai cara. Semisal pemotongan jumlah uang yang semestinya diterima pengungsi, melalui pemotongan uang lauk-pauk, jadup, bedup, dan pemotongan biaya BBR hingga pemulangan pengungsi.

Khusus kasus BBR yang kini telah menyeret Azikin dan kawan-kawan ke hotel prodeo Polisi, YTM Palu dalam penyelidikannya di 20 Desa di wilayah Kabupaten Poso menemukan fakta bahwa rata-rata keluarga hanya menerima Rp 2,5 juta untuk BBR, yang semestinya berjumlah Rp 4,5 juta. Total bantuan pemerintah pusat untuk pembangunan 6.289 unit rumah tinggal sementara (RTS) adalah Rp 28,3 milyar. Jadi, YTM menaksir negara dirugikan hampir sebesar Rp 12,6 milyar.

Dalam soal penggelembungan pengungsi lebih sial lagi. Penduduk Poso yang hanya berjumlah 14.861 jiwa dilaporkan ke pemerintah pusat sebanyak 25.527 jiwa telah menerima jadup bedup. Dengan perhitungan batu 1 kepala keluarga menerima jadup/bedup sebesar 2,5 juta, maka uang yang digelontorkan untuk itu sebesar Rp 77,7 milyar. Jadi dapatlah dibayangkan berapa nilai kerugian Negara untuk penambahan jumlah penduduk sebesar 10.666 jiwa. Tak main-main kerugian negara mencapai Rp. 26,6 miliar.

Namun, penyelidikan Polisi menaksir dana yang dikorupsi hanya sebesar Rp 6,4 milyar. Lebih kecil dari jumlah yang dilaporkan YTM. Entah mana yang sahih ?. Hukumlah yang akan menentukannya. jgb/edi