FPR SULTENG Kecam Tindakan Kepolisian Sektor Mori Atas, Terhadap Petani Desa Tabarano

Palu-Tindakan kepolisian sektor Mori Atas  melarang petani yang ada di Desa Tabarano, Kecamatan Mori Atas Kebupaten Morowali dalam melakukan pekerjaan pembuatan pondok dan pembersihan lahan di wilayah seluas 270 Ha di luar Hak Guna Uusaha (HGU) PT. Perkebunan Nusantara (PTPN XIV), menimbulkan ketidaknyamanan bagi petani, pasalnya pihak perusahaan dan kepolisian selalu mendatangi mereka saat bekerja  dan mengancam akan menangkap petani jika mengolah lahan yang selama ini di kuasai oleh Perusahaan perkebunan negara tersebut.

Tindakan ini adalah salah satu bentuk intimidasi dari perusahaan yang bekerjasama dengan Aparat Keamanan, dimana petani terus dihantui ketidaknyamanan dalam bekerja, Kata Ketua Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Tengah. Gifvents Lasimpo, saat di temui dikantornya kemarin (25/08/13).

Dia Juga menambahkan saat ini ada  Sembilan petani yang diperiksa Polsek Mori Atas, yakni Yasmon Lande (41), Son Lapeari (29), Tosani Mbaro (67), Apral Sandego (33), Hermon Maseda (31), Yosterman Laino (45), Jufri Bindu (68), Amos Ratagora (19) dan Risal Ratagora (45) dengan tuduhan pencurian buah sawit milik perusahaan.

Selain itu kecaman juga datang dari berbagai pihak diantaranya dari Direktur Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah Rahmawati Arifin.

Rahma menyebutkan, petani yang dilaporkan oleh pihak PTPN XIV saat ini sudah mencapai 32 orang. Sebanyak 19 orang di antaranya berasal dari Desa Tabarano dan 13 orang dari Desa Mayumba, dengan tuduhan penyerobotan lahan, pengrusakan kebun dan pencurian padahal lahan yang dikelola petani tersebut berada di luar HGU milik PTPN XIV Pks Tomata yang dibuktikan dengan surat BPN Nomor: 69/72.06/IV/2013. Ungkapnya.

Sementara itu, Alim Ketua  Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulawesi Tengah,  mengatakan tindakan aparat kepolisian tidak profesional dan berat sebelah dalam melaksanakan tugas pelayanan seperti yang di atur dalam aturan perundangan-undangan.

Dia mengatakan sebenarnya yang harus diperiksa adalah perusahaan bukan petani, karena jelas dengan adanya SK BPN tersebut menegaskan bahwa lahan itu adalah milik petani, dan perusahaan yang sebenarnya melakukan penyerobotan lahan. Kasus ini sudah juga pernah dilaporkan oleh Petani Desa Tabarano dan Desa Mayumba Kepada Polsek dan Polres Mori Atas pada 1 Agustus 2008 silam, namun sampai dengan hari ini tidak pernah ditanggapi tetapi giliran perusahaan yang melapor petani langsung diperiksa dan dibatasi akses dalam mengola lahan ini adalah bentuk penjajahan. Tandasnya.

“Kami mendesak kepada pemerintah Kabupaten Morowali agar tidak tutup mata dalam menangani  sengketa lahan antara Petani dan PTPN XIV tersebut yang  sudah hampir 13 tahun tidak ada  kepastian akan lahan terhadap petani dan  semua itu harus secepatnya diselesaikan tanpa terkecuali”. Ungkapnya. (ivn)