Pertambangan di Morowali Timbulkan Berbagai Masalah
Direktur Pelaksana YTM, Mahfud Masuara, salah satu masalah yang paling serius saat ini, yakni reklamasi paska tambang, terlebih setelah perusahaan-perusahaan berhenti operasi ketika pemerintah melarang ekspor mineral tanpa diolah. Dia menyebutkan, bahwa setelah larangan itu, pada umumnya perusahaan-perusahaan pemegang IUP produksi di Morowali, sama sekali tidak melakukan kegiatan reklamasi. “Kementerian ESDM sendiri tidak memiliki data tentang jaminan reklamasi dari 204 pemegang IUP di Kabupaten itu,” jelas Mahfud.
Artinya, lanjut dia, tidak satupun perusahaan pemegang IUP yang menerahkan dana jaminan reklamasi kepada pemerintah. Bahkan, seluruh pemegang IUP di Sulteng, tidak satupun yang memiliki dana jaminan reklamasi. “Contohnya di wilayah pesisir Morowali, sejumlah perusahaan yang berhenti, dan tidak melakukan reklamasi, meninggalkan lokasi begitu saja, dan saat longsor terjadi ketika hujan turun akan membawa sedimen kecoklat-coklatan mengalir ke laut,” katanya.
Selain itu, masalah lain yang terjadi yakni, terjadinya pemutusan kerja secara besar-besaran. Hal ini diakibatkan oleh munculnya peraturan pemerintah (PP) nomor 1 Tahun 2014, tidak mampu melakukan proses peleburan dan pemurnian dengan membangun smelter. “Tidak kurang dari 7.000 buruh diperkirakan telah kehilangan pekerjaan akibat yang ditimbulkan dari kebijakan itu di Morowali,” terang Mahfud.
Banyak buruh tambang, yang juga mengalami PHK, tanpa pesangon yang sesuai dengan aturan ketenagakerjaan. Baik karena jumlah yang tidak sesuai maupun yang tanpa pesangon sama sekali. Hal lain, yang mendera buruh di Morowali, yakni merusaknya kasus pelecehan seksual dan kriminalisasi di tempat kerja oleh perusahaan. “Untuk pelecehan seksual pekerja, telah dilaporkan ke Polda, namun belum ada kabar sampai di mana kasus di tangani,” ujar mantan Ketua KPU Donggala ini.
Masih menurut dia, sedangkan untuk kriminalisasi, menimpa salah satu pekerja yang saat ini telah ditahan di Polres Morowali sejak 26 Maret hingga sekarang dengan sangkaan perbuatan tidak menyenangkan. Padahal, pasal yang disangkakan tersebut, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. “Kami dari YTM yang akan terus mengawal kasus ini, hingga pekerja di sana dapatkan keadilan,” sambung Mahfud.
Meski para pekerja terancam PHK, namun ada pula rekrutmen yang dilakukan perusahaan tambang, Meski demikian, yang lebih diprioritaskan adalah para tenaga kerja asing, ketimbang tenaga kerja lokal. Untuk itu, koalisi YTM serta Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bekerjasama dengan The Asia Fondation (TAF) menuntut, agar seluruh permasalahan yang terjadi pada perusahaan tambang di Morowali, segera diselesaikan. (agg)
Sumber: radarsulteng