80 Persen Pemerintah Daerah tidak melaporkan hasil inventarisasi perizinan
Palu-Maraknya investasi yang masuk ke daerah-daerah di wilayah Indonesia tidak diiringi dengan inventarisasi perizinan yang dikeluarkan oleh daerah kepada kementrian dalam negeri ataupun mengkoordinasikan dengan kementrian terkait sehingga menyulitkan mengintegrasikan data kawasan.
Satuan tugas pengurangan emisi, kerusakan dan degradasi hutan Chandra kirana menyebutkan 80% pemerintah daerah tidak melaporkan hasil inventarisasi perizinan yang mereka keluarkan yang kemungkinan besar dapat menimbulkan tumpang tindih izin seperti yang banyak terjadi saat sekarang.
“Banyak izin-izin tersebut berada di kawasan hutan baik areal penggunaan lain maupun kawasan hutan lindung yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan hutan akibat industri ekstraktif,”ujarnya, Rabu(06/02/2013) ketika berbicara dalam seminar awal tahun yang dilaksanakan oleh jaringan advokasi tambang Sulawesi Tengah di Hotel Sentral, Palu.
Ia mengatakan peningkatan emisi karbon sesungguhnya diakibatkan oleh industri-industri ekstraktif dan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil dimana emisi seluruh dunia yang mencapai 20% setara dengan kerusakan hutan di dunia sehingga negara-negara maju kemudian mencari teknologi yang lebih ramah lingkungan demi mengurangi emisi karbon.
“Negara-negara maju kini tengah mengembangkan berbagai teknologi dengan menggunakan energi yang terbarukan namun demikian teknologi lama yang kotor itu justeru bagi negara-negara berkembang malah menggunakannya yang dibeli dari negara maju,”katanya.
Sekaitan dengan upaya pengurangan emisi, Indonesia kini berusaha keras untuk mencegah kerusakan hutan dan berkomitmen mengurangi emisi hingga 26% dengan kemampuan sendiri ditengah-tengah pengembangan industri ekstraktif yang lebih lestari.
Sementara itu Kepala Bidang Planalogi Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah Safiuddin mengatakan luasan kawasan hutan di Sulteng 4,3 juta hektar dari total luas Sulteng 6,3 juta hektar dan diakui kawasan hutan telah beralih fungsi baik untuk transmigrasi maupun perkebunan bahkan kini banyak menjadi lahan pertambangan.
“Di Kabupaten Morowali saja ploting izin usaha pertambangan bahkan sudah melebihi dari luas lahannya sendiri bahkan sudah sampai kelaut,”ungkapnya.
Ia menyebutkan di Sulteng terdapat dua perusahaan yang telah mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan yang telah mendapatkan izin dari kementrian kehutanan dan ia meminta agar bupati yang hendak mengeluarkan izin dan masuk dalam kawasan hutan mestinya mengajukan izin pinjam pakai.
“Jika izin pinjam pakai kawasan diperoleh maka kami setiap lima tahun akan melakukan pemeriksaan dan bila menyalahi aturan maka izinnya bisa dicabut,”katanya.
Data Jatam Sulteng menyebutkan terdapat 350 izin usaha pertambangan di Sulteng yang kini beroperasi dan terbanyak di wilayah Kabupaten Morowali dengan jenis produk berupa nikel yang dijual ke wilayah China.(bal)
Sumber : beritapalu.com