Industri Pertambangan

Pemerintah Didesak Cabut Izin Pertambangan Bermasalah

PALU, KABAR SELEBES – Konsorsium Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Sulawesi Tengah menyebutkan, banyak Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Sulteng yang mencaplok kawasan hutan.

“Jika mengacu pada hasil koordinasi dan supervisi (korsup) minerba tahun 2014, konsesi IUP di wilayah Sulteng seluas 299.671 hektare berada di wilayah hutan konservasi. Kemudian 5.707 hektare berada di hutan lindung dan 937.594 hektare berada di hutan produksi, produksi terbatas dan hutan produksi khusus,” kata Manajer kampanye YTM, Adriansa, saat menggelar siaran pers di Sekretariat AJI Palu, Kamis (26/5/2016).

Selain menyebutkan banyaknya IUP yang mencaplok kawasan hutan, Adriansa juga menyebutkan, banyaknya tumpang tindih IUP di Sulteng, terutama tumpang tindih dengan izin konsesi perusahaan lainnya.

“Permasalahan utama keberadaan IUP di Sulteng saat ini adalah tumpang tindih izin, terutama tumpang tindih dengan konsesi IUP perusahaan lainnya. Menurut catatan kami, ada 54 IUP di Sulteng yang tumpang tindih dengan IUP Perusahaan lainnya,” jelas Adriansa.

Sementara itu, Departemen Advokasi dan Kampanye Jatam Sulteng, Ramadhani, mengatakan sektor perkebunan sawit juga melakukan praktek yang kurang lebih sama dengan tambang. Yakni mencaplok kawasan hutan lindung dan juga menyerobot lahan pertanian petani di pedesaan.

“Kasus pencaplokan hutan lindung tidak hanya terjadi disektor pertambangan. Namun kasus pencaplokan juga terjadi pada sektor perkebunan sawit. Seperti kasus pencaplokan hutan lindung Suaka Margasatwa Bangkiriang yang dilakukan oleh PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) di Kabupaten Banggai,” tuturnya.

Menyambung hal itu, Muhammad Amrudin Alala, Devisi Peroganisasian dan Pendidikan Masyarakat YTM Sulteng, membeberkan, kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang digusur oleh KLS untuk sawit mencapai sekitar 562.08 hektar, dari luasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang mencapai 12.500 hektar.

Menurutnya data tersebut diambil dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng tahun 2010. “Kalau melihat data tersebut, itu artinya kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang di caplok oleh KLS hampir mecapai setengah luas Bangkiriang,” sebutnya.

Melihat kondisi di atas, Konsorsium YTM-JATAM Sulteng mendesak pemerintah Provinsi Sulteng melakukan pencabutan izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit yang bermasalah.

“Meskipuh pada awal 2014 korsup KPK telah membuka fakta bahwa ada izin yang bermasalah dan hingga ratusan izin tambang dicabut. Tetapi, Konsorsium melihat masih ada perusahaan-perusahaan pasca korsup tersebut bermasalah dan masih aktif hingga hari ini,” terangnya.

Marianto Sabintoe, Direktur Pelaksana YTM, menyatakan, saat ini, YTM-JATAM Sulteng sedang melakukan review dan mencatat ada empat perusahaan tambang yang bermasalah. Tetapi hingga saat ini, IUP-nya belum dicabut.

“Kami saat ini sedang melakukan review izin di sektor pertambangan dan perkebunan. Kami akan terus melakukan review izin, karena belum semua perusahaan tambang yang kami anggap bermasalah telah masuk didaftar pencabutan. Setelah selesai melakukan review maka kami akan membawa hasil review tersebut kepada pemerintah provinsi untuk ditindak lanjuti,” tandasnya.

Sumber: kabarselebes.com

Edisi: 26 Mei 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *