YTM-JATAM SULTENG: Cabut Tambang dan Sawit yang Bermasalah
- 54 izin usaha pertambangan yang tumpang tindih dengan IUP lainnya dan mencaplok ribuan hektare kawasan hutan.
- 562.08 ha perkebunan sawit merambah Suaka Margasatwa Bangkiriang
Palu, 26 Mei 2016 – Konsorsium YTM dan Jatam Sulteng mendesak Gubernur Longky Djanggola untuk mencabut izin tambang dan sawit yang bermasalah karena tumpang tindih kawasan. Meskipun sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencabut sejumlah izin pertambangan yang tidak Clear and Clean (C&C), tetapi masih terdapat puluhan izin tumpang tindih konsesi, demikian Adriansa, Manager Kampanye dan Jaringan YTM, dalam siaran pers.
Selain itu, Konsorsium juga menyebutkan banyak IUP yang mencaplok kawasan hutan. Mengacu pada hasil Koordinasi dan Supervisi (korsup) KPK terkait mineral dan batubara (Minerba) di Sulteng, konsesi IUP seluas 299.671 hektare berada di wilayah Hutan Konservasi, 5.707 hektare di Hutan Lindung dan 937.594 hektare di hutan produksi, produksi terbatas dan hutan produksi khusus.
Pada Februari 2014, Direktorat Jenderal Minerba merilis hasil korsup IUP sejak 2009 sampai Februari 2014 sebanyak 443 izin. Kecuali Kabupaten Banggai Kepulauan, IUP ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulteng. Tapi sebanyak 199 izin bermasalah karena tidak C&C.
Sedangkan sektor perkebunan sawit juga melakukan praktek yang kurang lebih sama dengan tambang, mencaplok kawasan hutan lindung dan juga menyerobot lahan pertanian petani di pedesaan. Konsorsium YTM-JATAM Sulteng mengatakan bahwa, kasus pencaplokan Suaka Margasatwa Bangkiriang di Kabupaten Banggai oleh PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), sampai saat ini tidak terselesaikan, pihak pemegang izin usaha belum juga mendapatkan sangsi pidana yang berlaku.
Adriansa menegaskan, “Menurut data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah tahun 2010, kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang digusur oleh KLS untuk sawit mencapai sekitar 562.08 hektar dari luasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang mencapai 12.500 hektar. Itu artinya yang di caplok oleh KLS hampir mecapai setengah luas Bangkiriang”.
Selain mencaplok kawasan hutan PT KLS juga menanami kelapa sawit di izin Hutan Tanaman Industri (HTI). Awalnya PT KLS mendapat konsesi HTI di Banggai seluas 13.000 hektar untuk pengembangan pengelolaan hutan bukan untuk perluasan kelapa sawit. Tetapi menurut Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, sekitar 1.000 hektar-an Izin HTI tersebut telah dimanfaatkan untuk ditanami kelapa sawit.
Di sektor tambang, saat ini YTM-JATAM Sulteng melakukan review dan mencatat 4 perusahaan tambang bermasalah tetapi tidak dicabut hingga saat ini. Sedangkan perkebunan sawit, PT KLS di Kabupaten Banggai yang merambah Suaka Margasatwa Bangkiriang dan menanami izin HTI dengan sawit belum juga di tindak tegas.
Marianto Sabintoe, Direktur Pelaksana YTM menerangkan “Kami saat ini sedang melakukan review izin. Untuk sementara sudah menemukan 4 perusahaan bermasalah pasca korsup. Sejauh ini kami masih berlanjut untuk melakukan review izin karena belum semua perusahaan tambang yang kami anggap bermasalah telah masuk didaftar pencabutan. ke depan, setelah kami selesai melakukan review akan membawa dokumen hasil review tersebut ke pemerintah provinsi untuk ditindak lanjuti atau kalau perlu didorong pencabutannya”.