Ada harapan besar bagi penyelesaian konflik di Sulawesi Tengah

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla selalu membanggakan diri sebagai pencetus perjanjian Malino II. Tapi sampai sekarang situasi di Sulawesi Tengah belum juga seperti yang tertera dalam perjanjian tersebut. Selain itu perjanjian Malino itu tidak memberi dampak yang efektif terhadap kekerasan di bawah. Sejak Desember 2001 kekerasan tidak kunjung reda. Walau begitu Arianto Sangaji, koordinator Koalisi Damai di Sulawesi Tengah melihat mulai ada titik terang di Sulawesi Tengah. Itulah langkah pemecatan Kepala Polresta Palu. Pertama-tama Arianto Sangaji berikut menjelaskan kekurangan-kekurangan Perjanjian Malino II. Arianto Sangaji [AS]: Ya, karena yang pertama, selama ini, kritik kita terhadap deklarasi Malino kan, pendekatan itu sebetulnya kan top down, bahwa warga dari kedua belah pihak yang dianggap bertikai, itu dikumpulkan secara paksa, kalau bisa dikatakan seperti itu ya. Datang di Malino, dan bikin perjanjian. Menurut saya itu tidak cukup. Kalau kita melihat fakta di lapangan, apa yang disebut dengan rekonsiliasi Malino itu, itu kan tidak menyentuh kepentingan terutama para korban di lapangan.Sebetulnya kalau mau obyektif, sebenarnya deklarasi Malino itu tidak memberi dampak yang efektif juga terhadap kekerasan di bawah, karena tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Karena kalau kita hitung sejak Desember 2001, kekerasan terus saja berlanjut. Saya kalau melihat bahwa deklarasi Malino benar memberikan kartu truf secara politik buat SBY dan Jusuf Kalla. Mereka bisa menjadikan itu untuk membangun citra baik dalam politik secara nasional.

Tapi efektivitasnya terhadap masyarakat di Sulawesi Tengah, terutama di Poso, betul-betul patut diragukan, karena kekerasan tidak pernah hilang sejak deklarasi Malino itu. Hanya modus operandinya yang berubah, dari yang dulunya kekerasan secara terbuka, sekarang berlangsung secara tertutup. Misalnya melalui penembakan misterius, pemboman misterius dan seterusnya itu.

Arianto Sangaji menambahkan memuji Kapolda Sulawesi Tengah. Menurutnya ia Kapolda yang serius menangani kasus korupsi. Namun apakah seorang Kapolda ini mampu untuk mengambil tindakan yang terus bisa menerobos memecahkan lingkaran kekerasan di kawasan itu. Lebih jauh penjelasan Arianto Sangaji.

AS: Dia Kapolda yang serius menangani korupsi. Dia sudah menahan bekas kepala dinas sosial di Poso. Dan yang kedua, dia adalah Kapolda pertama yang berani memecat seorang pejabat kepolisian pada level kapolres. Seperti anda ketahui kemarin, sejak terjadinya peristiwa penyerangan di dua gereja di Palu. Setelah itu Kapoldanya langsung memecat kepala kepolisian resort kota Palu.

Ini untuk pertama kali dalam sejarah kekerasan di Sulawesi Tengah, seorang pejabat setingkat kapolres dicopot jabatannya. Jadi bagi saya, ini secara obyektif, kita juga harus memberikan apresiasi kepada kapolda yang berani mengambil tindakan tegas berkaitan dengan dua hal tadi. Soal korupsi dan yang kedua soal tanggung jawab aparat penegak hukum, terutama yang berkaitan dengan soal keamanan.

RN: Tapi sejauh mana menurut Anda kapolda ini masih tetap bertindak mandiri seperti itu? Apakah kalangan yang berpengaruh tidak bisa kemudian membatasi gerak-geriknya?

AS: Seperti dari sejumlah statement yang dia sampaikan dalam diskusi-diskusi terbuka dengan kami, dia merasa bahwa dia tidak punya kepentingan apa-apa ketika ditempatkan di Sulawesi Tengah. Dan dia bilang, siapa pun, dia tidak perduli. Kalau terjadi kekerasan, terkait dengan korupsi, dia akan usut. Jadi menurut saya, dari sisi komitmen, kapolda ini cukup baik. Cuma, seberapa jauh komitmen itu bisa jalan atau tidak, kita lihat nanti. Dalam dua kasus yang terjadi belakangan, kelihatannya dia cukup tegas untuk mengambil tindakan seperti itu. Ini memang harus diuji ke depan.

Tapi poin saya adalah bahwa ia pun sangat terkait dengan situasi politik secara nasional. Apakah pemerintahan SBY-Jusuf Kalla akan sungguh-sungguh menangani soal korupsi atau tidak, atau hanya sekedar lips-service. Tapi kalau mereka sungguh-sungguh, dan menjadikan soal kekerasan di daerah konflik seperti Poso ini, sebagai pilot project untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, menurut saya itu akan menjanjikan. Dan prospek kapolda di Sulawesi Tengah akan bisa lebih baik. Tapi kalau ini hanya sekedar suatu janji-janji politik, menurut saya itu yang menjadi ancaman juga.

Tapi dalam kasus Aceh, saya melihat dengan ditangkapnya seorang gubernur Aceh, bagi saya, kelihatannya pemerintahan ini sungguh-sungguh memberantas korupsi. Kita juga berharap di Sulawesi Tengah, tidak hanya pejabat tingkat kepala dinas sosial kabupaten yang diusut karena soal korupsi, tapi juga harus pejabat-pejabat di level yang lebih tinggi, di tingkat propinsi.

RN: Jadi Anda menaruh harapan yang cukup besar ya pada SBY dan Jusuf Kalla untuk berani meneruskan hal-hal yang sudah ditempuh oleh kapolda Sulawesi Tengah ini ya?

AS: Ya, kita mengharapkan ada back up politik yang kuat dari Jakarta.

Demikian Anto Sangaji kepada Radio Nederland.
© Radio Nederland Wereldomroep, all rights reserved