Gubernur Sulteng Hadiri Deklarasi Adat Tampo Lore Desa Doda Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso
Kamis, 28 Juni 2007
Dihadapan Gubernur Sulawesi Tengah H. B. Paliudju dan Direktur Pemanfaatan jasa lingkungan Departemen Kehutanan (Dephut) RI Dr Hilman Nugroho. Sebelum membuka Kongres Adat Gubernur Sulawesi Tengah H.B. Paliudju mampir di Desa Watutau untuk meninjau langsung sekaligus menancapkan tonggak pada titik nol kilometer, Dataran Napu / Lore titik tersebut ada pada jarak 17 Kilometer dari Desa Wuasa, 40 Kilometer Lore Tengah dan 45 Kilometer Lore Selatan, sementara dari Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah Palu 122 Kilometer. Kesempatan tersebut di saksikan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi dan beberapa Anggota DPRD serta Muspida Kabupaten Poso.
Dalam Deklarasi tersebut berisi tiga poin yaitu, pembentukan kabupaten khusus di kawasan konservasi Lore sebagai jawaban untuk membangun kelestarian wilayah konservasi sekaligus sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat Lore. Kedua, terhitung sejak Jum’at (22 Juni 2007) melalui Forum Kongres masyarakat adat Tampo Lore, seluruh lapisan masyarakat adat Tampo Lore menyatakan bahwa secara defakto telah lahir Kabupaten Lore, walaupun proses penyelesaian berbagai persyaratan legalitasnya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan sedang dalam proses penyelesaian. Ketiga, seluruh warga Lore berharap kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta DPRD Sulawesi Tengah dan DPRD Kabupaten Poso untuk segera memproses pembentukan Kabupaten Lore sebagai sebuah Kabupaten Konservasi dalam rangka menyikapi amanat penderitaan rakyat di wilayah lore.
Penanggung Jawab kongres Frans Karel Megati STh dalam sambutannya pada pembukaan kongres masyarakat adat Tampo Lore mengatakan, gagasan terhadap pengembangan Kabupaten Konservasi sebagai sebuah kebijakan politik yang menjembatani jurang pemisah kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam di daerah.
” Konsepsi, prisip dan kriteria penilaian kabupaten konservasi secara rinci, terukur serta siap di uji cobakan, telah dibahas pada workshop nasional yang diselenggarakan pada 29 November 2005 hingga 1 Desember 2005 di Bogor. Pembahasan tersebut dilakukan secara intensif oleh tim kecil melalui seri pertemuan bulanan ”.
Karel mengaku, penyiapan perangkat hukum berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri juga telah mencapai proses tahap akhir. Sementara dukungan sejumlah kabupaten dan lembaga swadaya donor juga telah menunjukkan keseriusan untuk terlibat aktif dalam pengimplementasiannya.
Karel mengatakan, keterpisahan kewenangan pemerintah menjadi wilayah-wilayah administratif tidak sejalan dengan kebutuhan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pendekatan ekosistem dan bersifat holistik. Dalam kondisi tersebut menurut Karel mandat politik nasional dan internasional dalam pengelolaan kawasan konservasi tidak mendapat posisi yang menguntungkan, khususnya di daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan konservasi.
” Tanpa disadari, sistem hukum dan kebijakan pemerintah telah memicu terjadinya konflik vertikal antara kepentingan daerah dalam pembangunan ekonomi wilayah,” ungkapnya.
Kondisi tersebut menurut Karel tidak terlepas dari kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi di daerah yang cenderung meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam, serta lemahnya kebijakan ekonomi nasional yang mampu mewujudkan intensif bagi daerah untuk melakukan konservasi sumberdaya alam di wilayahnya.
Karel mengatakan, lemahnya kemampuan daerah dan pusat untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam antara lain disebabkan oleh lemahnya hubungan antara lembaga sehingga tidak terwujud sinergi kepentingan, konsolidasi peran dan akumulasi kapasitas untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam.
” Selain itu, kapasitas pengelolaan kawasan konservasi masih terakumulasi pada lembaga nasional, dalam hal ini di sektor kehutanan, kelautan, pertanian dan bidang lingkungan hidup, namun tidak terdistribusi secara merata dan tidak cukup melembaga hingga kedaerah,” tegasnya.
Dikatakan, penetapan kabupaten konservasi mengandung konsekuensi logis yang harus ditanggung oleh pemeritah pusat dan kabupaten. Pemeritah pusat memiliki kewajiban menyediakan kebijakan yang mendukung pembangunan wilayah kabupaten konservasi, baik mengenai pendanaan, penguatan kapasitas daerah pembangunan infrasturktur mauoun dukungan aspek legal bagi tercapainya tujuan pembangunan kabupaten konservasi.
” Dilain pihak pemerintah kabupaten, berkewajiban untuk menjalankan pembangunan wilayah berbasis konservasi yang harus ditunjukan sejak tahap perencanaan, implementasi hingga kinerjanya, serta didukung dengan kebijakan daerah dan kelembagaan yang secara tegas mendukung konservasi sumberdaya alam,” pungkasnya.
Sementara itu Gubernur Sulawesi Tengah H.B. Paliudju dalam sambutannya pada kongres tersebut mengatakan, merespon pembentukan kabupaten konservasi tersebut, harus ditindaklanjuti dengan pembentukan tim khusus yang akan meninjau persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi pembentukan kabupaten konservasi.
” Gubernur akan keluarkan rekomendasi jika tim yang diturunkan telah selesai melakukan peninjauan di daerah ini, tentunya tim tersebut akan melihat apakah daerah ini layak untuk menjadi kabupaten atau tidak.”
Gubernur berpesan kepada peserta kongres agar tidak semata-mata membahas tentang program pemekaran, namun juga membahas tentang pengamanan kawasan hutan di wilayah taman nasional.
” Di wilayah konservasi itu tidak sembarang membangun, diperlukan aturan-aturan yang juga harus disesuaikan dengan undang-undang taman nasional. Untuk itu Gubernur harapkan, dalam kongres ini juga dapat membahas tentang aturan-aturan tersebut, agar kawasan taman nasional dapat terus terjaga.” tegasnya.
Pembukaan kongres adat ditandai dengan Pemukulan Gong dan Penyembelihan Seekor Kerbau serta Penanaman Pohon Penghijauan, oleh Gubernur Sulawesi Tengah H.B. Paliudju dan Ketua Tim Penggerak PKK Ny. Kamsiah Paliudju.
Kongres bertujuan menyatakan visi misi dan persepsi seluruh elemen masyarakat adat tentang pembangunan masa depan Tampo Lore yang baik. Memperdalam pemahaman dan pola implementasi tentang pembangunan berbasis budaya ramah lingkungan sebagai penyanggah utama Taman Nasional. Dengan Tema kongres yaitu ”Bangkit dan Bangunlah Masyarakat Adat Tampo Lore menuju Masa depan yang lebih baik”. Kongres Adat Tampo Lore berlangsung selama 3 (tiga) hari, tanggal 22 s/d 24 Juni 2007, berakhir dan ditutup Gubernur Sulawesi Tengah diwakili Kepala Biro Infokom Drs. H. Jethan Towakit S. M,Si.
Sumber : http://www.indonesia.go.id/