Kerusuhan Poso
Tokoh Agama dan LSM Minta Eksekusi Tibo Cs Ditunda
Sumber : Suara KaryaPara tokoh agama dan LSM yang tergabung dalam Poso Center meminta kepada pemerintah dan aparat kepolisian untuk segera menghentikan penyiksaan terhadap Ipong dan Yusuf, dua warga Poso, yang diduga melakukan berbagai tindakan kekerasan di Poso. “Saya mendapat pengakuan dari Ipong dan Yusuf bahwa mereka telah disiksa, digebuki, dan (maaf) kemaluannya disetrum di penjara Polda Metro Jaya,” kata KH Adnan Arsal, ulama kharismatis di Poso.
Hal tersebut disampaikannya ketika bersama tokoh agama lainnya melaporkan kondisi Poso kepada mantan Presiden dan tokoh Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid, Direktur Eksekutif PBHI Hendardi, dan Direktur Eksekutif Kontras Usman Hamid, di Jakarta, Jumat.
Didampingi Ketua PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia) Sulawesi Tengah Rynaldy Damanik, Paroki Poso Jimmy Tumbeleka, dan Direktur Eksekutif Yayasan Tanah Merdeka Arianto Sangaji, KH Adnan Arsal mengatakan bahwa Ipong dan Yusuf dengan sukarela menyerahkan diri ke kepolisian Poso.Namun tanpa seizin orang tua mereka ternyata dibawa ke Jakarta dengan alasan tidak aman. “Siapa bilang tidak aman di Poso. Jika aparat kepolisian merasa tidak aman maka minta tolonglah ke masyarakat. Kami akan turut mengamankan. Ketika akan dibawa ke Jakarta, polisi berjanji tidak akan melakukan siksaan, ternyata mereka disiksa,” kata KH Ustad Adnan.
Selain itu, tokoh agama Nasrani Pendeta Rinaldy Damanik dan Pastor Jimmy Tumbeleka meminta kepada pemerintah agar menunda eksekusi mati terhadap terpidana mati Fabianus Cs. Pengadilan Negeri Poso, tahun 2001, telah memutuskan vonis menghukum mati Fabianus Tibo (57 tahun), dan Domingus Da Silva alias Domi (40), dan Marinus alias Riwu (51) divonis mati berkaitan dengan pembunuhan sekitar 200 santri pesantren Wali Songo, di Poso, tahun 2001.
“Fabianus Tibo Cs bukanlah pelaku utama. Mereka adalah pelaku lapangan. Namun tokoh intelektualnya masih bebas berkeliaran. Kami heran mengapa aparat kepolisian tidak mengejar 16 orang yang disebutkan Fabianus Tibo Cs sebagai otak pelaku kerusuhan di Poso,” kata Pendeta Rinaldy.
“Tibo Cs itu baru masuk ke Poso pada 16 Mei 2000, sedangkan kerusuhan Poso itu dimulai sejak tahun 1998. Sejak 1998-2000, korban kekerasan di Poso mencapai 1.000 meninggal. Hal itu berarti bahwa Tibo Cs bukanlah pelaku utama. Ia hanya pelaku lapangan,” ujar Rinaldy seperti dikutip Antara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif PBHI Hendardi menyetujui pembentukan tim independen seperti Poso Center yang melibatkan tokoh agama, pemuka masyarakat dan LSM di Poso, guna melakukan penyelidikan berbagai tindakan kekerasan di Poso.
“Pemerintah seharusnya memberikan legalitas kepada tim independen ini untuk melakukan tugasnya guna mendapatkan akses informasi dari semua lembaga pemerintahan. Jika tidak maka tim pencari fakta independen ini akan menghadapi kesulitan dan mengumpulkan informasi dan data mengenai berbagai aksi kekerasan di Poso,” katanya.
Hendardi juga mendukung penundaan eksekusi mati terhadap Tibo Cs. “Selaku kuasa hukumnya, pemerintah dan aparat kepolisian seharusnya menjadikan Tibo Cs sebagai pintu masuk guna menangkap dalang atau aktor utama kerusuhan di Poso bukan malah melenyapkannya,” katanya.
Sebelumnya, dua pemuka agama Poso, Sulawesi Tengah, Ustadz Adnan Arsal dan Pendeta Rinaldy Damanik menemui Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Kamis, meminta dukungan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu terkait upaya pembentukan tim pencari fakta (TPF) independen kerusuhan Poso. (Nefan Kristiono)