Lagi Petani Dikriminalisasi, ARPL Tuntut Pencabutan IUP PT. AJA

Palu- Kriminalisasi kembali terjadi terhadap rakyat. Kali ini, terjadi pada petani dan nelayan Desa Podi Kabupaten Tojo Una-una yang melakukan aksi penolakan aktifitas perusahaan tambang PT Arthaindo Jaya Abadi (PT. AJA). Kriminalisasi warga sebagai buntut dari aksi pemagaran yang dilakukan oleh warga setempat atas lahan PT. AJA di desa tersebut.

 

Koordinator lapangan Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan (ARPL) Irsan ketika ditemui JOB hari ini Selasa, 3/09/2013 di depan Mapolda Sulteng mengungkapkan bahwa pemagaran yang dilakukan warga Desa Podi merupakan wujud dari akumulasi kekecewaan rakyat Desa Podi atas sikap pemerintah dan perusahaan tambang yang tak kunjung menyelesaikan persoalan antara masyarakat dan PT AJA.

“Aksi pemagaran itulah yang kemudian, di jadikan dasar hukum oleh pihak kepolisian Resort Tojo, untuk melancarkan tuduhan kepada warga sebagai aksi penyerobotan tanah. Sementara, pembebasan lahan oleh PT AJA kepada warga Podi belum juga tuntas. Siapa yang sebetulnya yang melakukan penyerobotan tanah?” ujar Irsan.

Menurutnya, aksi yang dilakukan petani dan nelayan Podi, adalah aksi yang berdasar. Di mana, mereka tak ingin ada aktifitas perusahaan tambang di wilayah mereka, karena dikhawatirkan akan terjadi bencana banjir dan longsor, seperti yang terjadi sebelumnya.

Ia mengungkapkan bahwa aktivitas yang dilakukan PT AJA ditengarai banyak masalah. Dimulai dari titik pusat aktivitas yang hanya berjarak satu kilometer dari perkampungan khususnya dusun dua Podi. “akibat dari aktivitas PT AJA, sumber air bersih yang merupakan sumber air minum warga Desa Podi mulai tercemar dan berwarna kemerah-merahan, sehingga tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat setempat” kata Irsan.

Selain itu menurut Irsan, sekitar 20 kebun milik warga telah rusak akibat aktivitas perusahaan tersebut. “Boulduzer PT AJA menggusur kebun warga tanpa pamit pada petani pemilik kebun. Warga pun resah, karena makin hari kebun kakao dan durian mereka makin tergusur” ungkapnya.

Ijin Yang Diterbitkan Gubernur Abaikan Ketetapan BNPB

Dalam rilisnya, ARPL menngungkapkan bahwa seharusnya Gubernur Sulteng lebih teliti dalam menerbitkan Izin Lingkungan kepada PT AJA. “Izin itu sama sekali tidak sesuai fakta lapangan. Artinya izin lingkungan diberikan dengan dasar, bahwa wilayah Podi layak untuk dieksploitasi. Padahal, wilayah Podi sudah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)” beber ARPL dalam rilisnya.

“Jika PT AJA tidak menghentikan aktifitasnya, maka bisa dipastikan jalur transportasi lintas Sulawesi yang menghubungkan Kota Makassar, Manado, Palu dan Kota Luwuk akan putus kembali dan merugikan daerah ini, utamanya rakyat yang dikorbankan” katanya.

Dalam orasinya di depan Mapolda Sulteng, Irsan menyatakan dukungan ARPL terhadap warga Podi. “Aksi ini sebagai bentuk dukungan kami terhadap perlawanan yang dilakukan rakyat Podi atas ekspansi pertambangan yang selama ini hanya menyengsarakan rakyat, merugikan negara, serta merusak lingkungan.

Untuk itu, aliansi yang diprakarsai Walhi Sulteng, YMP, Jatam Sulteng, PRD, STN, KPA, FNPBI, LMND, IPPMD, FP3MATA tersebut menuntut pencabutan IUP PT AJA di Podi Tojo Una-una dan menghentikan kriminalisasi, dan intimidasi oleh oknum aparat kepolisian terhadap warga Podi.

Selain itu, mereka juga menuntut kepada Gubernur Sulawesi Tengah untuk mencabut Izin lingkungan yang telah dikeluarkannya, menuntut Polda Sulteng untuk melanjutkan proses hukum atas tindakan pidana kehutanan yang dilakukan PT AJA serta meminta Polda Sulteng untuk memeriksa Bupati dan Pejabat di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tojo  Una-una terkait dengan pelanggaran hak-hak rakyat di Desa Podi.

Polda Tindak Lanjuti Tuntutan Masyarakat Podi

Menanggapi tuntutan ARPL, Bidang kriminal khusus Polda Sulteng Hutoro menyatakan, bahwa saat ini Polda Sulteng telah melakukan penyidikan terhadap PT. AJA. “Kami telah melakukan penyidikan terhadap PT. AJA atas kasus ini dan sekarang sedang menghadirkan saksi ahli” ujar Hutoro.

“Kami sudah menetapkan  pihak manajemen perusahaan sebagai tersangka dan sudah dua kali kami melakukan pemanggilan, namun manajemen perusahaan tidak pernah hadir” tandasnya.

Selain itu, Hutoro mengungkapkan bahwa pihaknya mengapresiasi dan akan menanggapi serius laporan tersebut. “Saat ini, kami sudah menyita alat  berat milik PT. AJA sebagai barang bukti” ungkapnya.

“Tentang intimidasi yang dilakukan  pihak kepolisian di Tojo kami  akan melakukan penyelidikan lebih lanjut di lapangan atas perihal apa sehingga mereka memanggil petani” Ungkapnya lagi.

Pemda Bentuk Tim Investigasi Multi Pihak

Sementara itu, di tengah massa aksi, Asisten II Gubernur Sulteng Elim Somba menyatakan bahwa ia belum sempat melakukan ferivikasi atas izin lingkungan yang diberikan oleh Gubernur pada Tahun 2012 silam.

“Sebelum izin lingkungan diterbitkan, harus ada studi kelayakan seperti Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Di dalam AMDAL tersebut ada dokumen Usaha Kelola Lingkungan (UKL) dan Usaha Pemanfaatan Lingkungan (UPL)” tambahnya.

Lebih lanjut Elim Somba mengungkapkan bahwa pihak Pemda Sulteng telah membentuk tim investigasi multipihak untuk menelusuri kebenaran pelanggaran hak-hak masyarakat oleh PT. AJA. “Kalau memang terbukti bahwa PT. AJA telah merusak lingkungan, maka Pemda Sulteng tidak akan segan-segan mencabut izin lingkungan tersebut” tandasnya.

Dalam membentuk tim investigasi, haruslah melibatkan semua pihak, bukan hanya dari pihak pemerintah saja untuk melakukan penilaian atas layak atau tidaknya perusahaan melakukan penambangan di areal tersebut. Jangan nanti terkesan tidak adil” kata Ican Dzar salah seorang peserta aksi asal Kabupaten Tojo Una-una.

PT. AJA Belum Miliki Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Beberapa saat sebelumnya, massa aksi mendatangi Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah untuk mempertanyakan ijin pinjam pakai kawasan hutan. “Kan sebagian wilayah IUP yang telah dikelola oleh PT. AJA termasuk kawasan hutan. Jadi, kami ingin mempertanyakan benarkah ijin pinjam pakai kawasan hutan telah diterbitkan atau belum” kata Ican.

Pejabat Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah Susilowati, yang didampingi bidang pengawasan hutan menyatakan bahwa PT. AJA belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan. Karena Dinas Kehutanan Kabupaten Tojo Una-una belum pernah melakukan koordinasi terkait ijin tersebut. Namun ia menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan di lapangan.

“Kami akan melakukan penelusuran di lapangan, apakah benar bahwa areal yang dikelola oleh PT. AJA masuk dalam kawasan hutan. Kami akan berkoordinasi dengan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Tojo Una-una untuk membentuk tim operasi gabungan dalam rangka mencari tau apakah benar perusahaan melakukan pelanggaran” tandasnya. (Udin)

Sumber: JOB