Seminar dan Dialog Kebijakan tentang Implementasi MP3EI di Sulteng (2-Selesai)

MP3EI, Petunjuk dari tak Sinergisnya Program Pembangunan

“Masing-masing kementrian menelurkan programnya. Kemen PU melahirkan Kapet, Kementrian Industri, Membuat KEK. Lalu Menko Ekuin membuat MP3EI.”

Laporan : Anita Anggriany, Palu

JELAS terlihat, Subhan Haris “galau” ketika menyampaikan kebingungan pemerintah daerah atas munculnya berbagai program pemerintah pusat tersebut. Apalagi hukumnya wajib diikuti daerah. Kegalauan ini disampaikannya di hadapan peserta Seminar dan Dialog Kebijakan Implementasi Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi Indonesia yang berlangsung di Hotel Rama, Rabu 12 Desember 2012. Subhan Haris, narasumber yang hadir mewakili Walikota Palu, Rusdy Mastura menjelaskan hal itu sebagai tren Kebijakan ekonomi Indonesia.Lalu dia mulai memperlihatkan bagaimana sesungguhnya ketiga program buatan kementrian itu bekerja pada masing-masing induknya dan tidak saling terkait satu sama lain. Lantas, tentang Kapet Palapas yang belum juga berhasil menggolkan ide menjadikan Pelabuhan Pantoloan sebagai Pelabuhan Internasional di Kawasan Timur Indonesia. Padahal salah satu pelabuhan tertua di Indonesia ini, memiliki semua struktur dan standar serta kemampuan sebagai pelabuhan internasional. Sampai di tingkat ini, memperlihatkan bahwa sesungguhnya kepedulian pemerintah pusat terhadap daerah lah yang dibutuhkan, dengan membangun infrastruktur yang menjadi dasar bagi pelaksanaan semua program pembangunan ekonomi itu.

Soal tumpang tindihnya program pemerintah pusat ini pun dijelaskan secara gambling oleh Noer Fauzi Rachman, Direktur Sajogyo Institute. Ozi, sapaan dosen ITB tersebut menjelaskan bahwa MP3EI sebenarnya belum teruji pada berbagai persoalan bangsa. “Misalnya, bagaimana MP3EI, mengatasi kemiskinan di Indonesia?  Lalu semuanya ternganga, itu tak perna dipikirkan sebelumnya,” Ujarnya.

Lalu bermunculan program-program yang mulai menguji kemampuan yang mulai menguji kemampuan MP3EI mengatasi berbagai persoalan rakyat. Salah satunya Masterplan Percepatan Pengurangan Kemiskinan. Anehnya, dari program yang dibuat untuk mendukung MP3EI itu, tidak satupun bersinergis dengan induknya. “Program pengurangan kemiskinan tadi tidak menyentuh mereka yang mengalami proses dimiskinkan karena masterplan,” tandas Ozi.

Memang, kata Arianto Sangaji, narasumber yang lain, kita harus bisa memahami logika di balik kehadiran MP3EI. Menurutnya, arah dari semua ini adalah kapitalisme. “Kapitalisme atau pasar ini pasti murahnya ke kompetisi. Masyarakat disuruh berlomba untuk berebut untuk meraih sesuatu,” tandasnya. Dalam makalahnya Kandidat Doktor Universitas York Toronto Kanada ini mengatakan jelas akumulasi dari Kapitalis ini adalah eksploitasi tenaga kerja murah dan penghancuran massif terhadap lingkungan hidup atau alam. Tiga aspek ini, yaitu kompetisi, SDM, dan teknologi dan konektivitas didiskusikan untuk menunjukkan bahwa MP3EI lebih baik dipahami sebagai sebuah proyek kelas yang memerintah, yakni kelas kapitalis.

Pembicara lain pada diskusi ini, yaitu Ahlis Djirimu diawal sempat menilai MP3EI sebagai mainan baru di Indonesia. Dia pun mempertanyakan apa yang harus dipercepatkan dan diperluas dalam program ini. Sebab kata dia, MP3EI ini agak terlambat pelaksanaannya. “Diluncurkan ketika potensi ekonomi Indonesia telah terjual ke pihak Asing. MP3EI ini diluncurkan justru setelah asingisasi asset-aset Indonesia,” tandasnya.

Meski pun Ahlis mencurigai kehadiran MP3EI adalah kerjaan neo liberal yang memanfaatkan lemahnya pemerintah Indonesia, tetapi dosen Fakultas Ekonomi Untad itu menilai ada sisi baiknya yang bisa diambil dari MP3EI ini. Kepada penulis, pakar ekonmi dari Universitas Tadulako itu mengatakan pemerintah pusat harus secepatnya membenahi infrastruktur daerah yang masuk dalam program MP3EI tersebut. “Tugas pemerintah harus mensosialisasikan sebelum program ini diterima atau ditolak masyarakat,” tulisnya dalam pesan singkat. (***)

Sumber : Palu Ekspres, Kamis, 13 Desember 2012