Tragedi Poso dan Morowali
PALU – Aparat Polri dan TNI agar segera mengungkap dalang kelompok bersenjata terorganisasi dan profesional yang kembali berusaha merusak tatanan kehidupan dan kedamaian yang telah tercipta di tengah-tengah masyarakat Poso dan Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng). Melihat pada model penyerangan kelompok bersenjata yang bergerak begitu cepat, strategis, profesional termasuk logistik senjata/amunisi yang digunakan umumnya bersifat organik, tampaknya cara/model seperti itu, selama ini diketahui hanya dimiliki kalangan aparat TNI dan Polri.
Demikian kesimpulan wawancara Pembaruan dengan sejumlah pemuka Islam, Kristen, kalangan independen dan politisi di Sulteng sewaktu dihubungi secara terpisah, kemarin, menanggapi peristiwa berdarah di Poso dan Morowali.Anehnya, menurut mereka, letupan-letupan di Poso selalu terjadi pada saat operasi pemulihan keamanan Poso akan berakhir. Ini semua mengundang pertanyaan dari masyarakat di sana. Satu-satunya institusi yang bisa mengungkap secara jelas semua masalah ini hanyalah TNI dan Polri.
Yus Mangun, tokoh Islam di sana yang juga Deklarator Malino untuk Perdamaian Poso mengatakan, melihat barang bukti seperti senjata dan peluru organik yang digunakan para penyerang, semestinya aparat TNI/Polri sudah bisa mengindentifikasi siapa sesungguhnya pelaku penyerang yang terus mengakibatkan jatuhnya korban manusia dan harta benda itu.
“Pola penyerangan juga sangat terlatih, bergerak cepat dan profesional. Model penyerangan seperti ini sesungguhnya mudah dicerna (dipahami -Red) oleh aparat. Tapi kenapa para pelakunya tidak juga diungkap ataupun ditangkap,” tanya Ketua Komisi D DPRD Sulteng itu.
Ketua DPRD Sulteng Murad Nasir menambahkan, masyarakat di sini makin sulit mengerti mengapa aparat keamanan yang jumlahnya begitu banyak di lapangan tapi tak pernah menangkap para pelaku.
“Terus terang ini bukan lagi konflik antarmasyarakat. Tapi ada orang yang sengaja menciptakan konflik dan ingin membuat tatanan kedamaian di Poso rusak kembali,” katanya.
Menurut Murad, data tentang senjata organik seperti AK-47, M-16 serta peluru dengan kaliber-kaliber buatan Pindad, mestinya sudah cukup menjadi bukti awal bagi aparat keamanan di lapangan untuk mengindentifikasi kekuatan mana yang memiliki semua itu.
Deklarator Malino S Pelima yang juga tokoh Kristen di Poso berpendapat, kunci utama mengungkap penyerangan bersenjata di Poso dan Morowali saat ini hanya ada pada aparat Polri/TNI. “Aparat harus tahu hal ini dan segera mengungkapnya secara terbuka kepada publik sehingga masyarakat tidak gelisah dan terus bertanya-tanya,” tegasnya.
Sebelumnya Kepala Polda Sulteng Brigjen Polisi Taufiq Ridha mengakui, aparat intelijen Polri telah kecolongan dalam peristiwa penyerangan di Beteleme, Kabupaten Morowali. Sementara Arianto Sangadji, seorang pengamat sosial kemasyarakatan yang banyak mengikuti perkembangan Poso menduga kejadian penyerangan misterius yang mengakibatkan terus jatuhnya banyak korban di Poso, karena adanya permainan di tubuh TNI/Polri.
“Saya menduga demikian, karena terlihat dari senjata-senjata dan amunisi organik yang dipakai serta kejadian sudah berulangkali, tapi aparat tidak pernah bisa mengungkap siapa pelakunya,” kata Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Palu itu.
Secara terpisah mantan penggagas Deklarasi Malino Hamid Awaludin saat dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin, mengatakan, penyerangan terhadap penduduk sipil oleh sekelompok orang tidak dikenal di Sulteng bukanlah konflik antara warga Kristen dan Islam di wilayah itu. Sebab masyarakat Poso sudah hidup damai kendatipun sebelumnya dilanda konflik berkepanjangan.
“Buat saya, ini perbuatan sejumlah orang yang tidak mau melihat saudara-saudarinya hidup secara damai,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum itu.
Menurut dia, siapa pun pelaku penembakan terhadap masyarakat sipil itu harus dinyatakan sebagai musuh kemanusiaan. Dan karena itu para pelakunya harus dikutuk.