Yayasan Tanah Merdeka: Perusahaan Pertambangan di Morowali Hanya Mengejar Profit

PerspektifNews, Palu – Yayasan Tanah Merdeka (YTM) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali, Sulawesi Tengah, untuk meninjau dan menghentikan kegiatan perusahaan pertambangan yang belum memenuhi syarat-syarat dalam melakukan eksplorasi.

Selain itu, YTM mendesak Pemkab Morowali pula, untuk mengawasi perusahaan pertambangan yang tidak memperhatikan jaminan kesehatan para buruh/pekerjanya serta lingkungan, dimana dapat berdampak pada terancamnya kesehatan masyarakat sekitar.

Hal di atas dinyatakan dalam rilis yang diterima oleh PerspektifNews pada Senin (30/9) untuk menyikapi aktivitas pertambangan yang dilakukan di Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi serta Desa One Pute Jaya, Kecamatan Bungku Timur oleh PT Citra Mandiri Putra Perkasa (CMPP) dan PT Bintang Delapan Mineral (BDM). Kedua desa yang berada di Kabupaten Mowowali tersebut hanya berjarak sekitar 200-300 meter dari jalan angkut (hauling road) aktivitas pertambangan yang berdebu.

“Dari investigasi kami, ada banyak perusahaan yang melakukan penambangan tidak teratur dan terarah, serta material yang tergali pada fron penambangan tidak ditutup kembali. Bahkan tidak disediakan disposal area, baik untuk over burder (OB) maupun lapisan tanah penutup (top soil),” ujar Adriansa Manu, Manajer Kampanye dan Jaringan YTM.

Menurut investigasi YTM di area tersebut, penambangan dilakukan dengan sistem penambangan terbuka (open pit) dan tidak membuat jenjang (bench). Padahal hal tersebut disyaratkan ada dan disertai dimensi jenjang yang sesuai dengan ketinggian serta kondisi material, dimana tinggi bench maksimum 6 meter dan kemiringan (slope) maksimum 45 derajat. Selain itu, tambah YTM, jalan angkut (hauling road)kondisinya berdebu dan pihak perusahaan tidak melakukan penyiraman secara rutin.

“Masyararakat sudah sering kali mengeluhkan, tetapi sampai detik ini belum ada tindakan dari perusahaan untuk melakukan perbaikan, terutama holing road yang dianggap mengancam kesehatan. Jika terus demikian, maka dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan (Ispa) dalam 5 atau 10 tahun yang akan datang,” kata Adriansa Manu.

Hal lain berdasarkan rilis YTM adalah adanya kegiatan pengerukan (mining) yang hanya berjarak 1-2 kilometer dari pemukiman warga, dimana dapat berpotensi terhadap penyingkiran penduduk setempat. Bagi YTM, jika perusahaan terus-menerus melakukan aktivitas pengerukan tersebut, maka akan berdampak besar terhadap penurunan produktivitas petani yang melakukan kegiatan pertanian, disamping itu berpotensi pula terhadap gangguan kesehatan.

“Menurut Bank Indonesia (BI), sektor pertambangan di Kabupaten Banggai, Morowali, dan Tojo Una-una berkontribusi besar, yakni sebesar 70,07 persen, terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang mencapai 10,26 persen pada 2013. Dengan demikian, Kabupaten Morowali merupakan daerah yang berkontribusi besar, melihat adanya 15 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kabupaten ini, dari 20 IUP yang telah beroperasi di Sulawesi Tengah,” imbuh Adriansa Manu.

Dalam pandangan YTM, pertumbuhan tersebut justru meningkatkan eksploitasi besar-besaran terhadap buruh, berupa upah rendah, jaminan kesehatan yang buruk, dan keselamatan kerja yang tidak diperhatikan. Selain itu pula, menambah laju perampasan tanah-tanah petani, karena sebagian besar lahan petani telah dikonversi menjadi areal pertambangan.

“Saat ini Morowali merupakan kabupaten yang penduduk miskinnya berada pada urutan ketiga di Sulawesi Tengah, yakni sekitar 39.611 jiwa. Angka kemiskinan ini dihitung berdasarkan pendapatan dibawah Rp 300.000 ribu per bulannya,” ungkap Adriansa Manu.

Bagi YTM, selama ini perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan di Morowali, merupakan perusahaan yang sama sekali tidak memikirkan keberlanjutan sumber daya alam dan hanya mengejar keuntungan (profit) semata. Keuntungan dari hasil produksi tidak diperuntukan untuk kehidupan sosial masyarakat. (NHP)

Sumber: perspektifnews.com