Industri PertambanganPerkebunan Sawit

YTM-Jatam Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang dan Sawit Bermasalah di Sulteng

Palu, Jurnalsulteng.com-Konsorsium Yayasan Tanah Merdeka (YTM) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Pemerintah Provinsi Sulteng mencabut IUP bermasalah di daerah ini.

Manajer kampanye Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Adriansa dalam rilisnya yang diterima Jurnalsulteng.com, Kamis (26/5/2016) mengungkapkan, masalah-masalah tersebut terutama terkait tumpang tindih dengan IUP perusahaan lainnya.

“Permasalahan utama keberadaan IUP di Sulawesi Tengah sejauh ini adalah tumpang tindih izin, terutama dengan konsesi IUP perusahaan lainnya. Menurut catatan kami, ada sebanyak 54 IUP di Sulteng yang tumpang tindih dengan IUP perusahaan lainnya,” katanya.

Dikatakannya, berdasarkan rilis Ditjen Minerba yang melakukan koordinasi dan Supervisi pengelolaan tambang di Sulteng pada Februari 2014 lalu, terdapat 199 izin bermasalah karena tidak memenuhi standar Clean and Clear (C&C).

Jumlah itu mencapai 45 persen dari total 443 izin yang dikeluarkan sejak Tahun 2009-2014, yang tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota kecuali Kabupaten Banggai Kepulauan.

Selain tumpang tindih, Konsorsium YTM-Jatam Sulteng juga menemukan banyak IUP yang mencaplok kawasan hutan. Konsorsium mengatakan, mengacu pada hasil Korsup Minerba, di Sulawesi Tengah konsesi IUP seluas 299.671 hektare berada di wilayah Hutan Konservasi, 5.707 hektare di Hutan Lindung dan 937.594 hektare di hutan produksi, produksi terbatas dan hutan produksi khusus.

Sedangkan sektor perkebunan sawit juga melakukan praktek yang kurang lebih sama dengan tambang, mencaplok kawasan hutan lindung dan menyerobot lahan petani di pedesaan.

“Kasus pencaplokan Suaka Margasatwa Bangkiriang di Kabupaten Banggai oleh PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS), sampai saat ini tidak terselesaikan, pihak pemegang izin usaha belum juga mendapatkkan sanksi pidana,” imbuh Kadi, sapaan Adriansa.

Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BSDA) Sulawesi Tengah tahun 2010 kata Kadi, kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang digusur PT KLS untuk sawit mencapai sekitar 562.08 hektare dari luasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang mencapai 12.500 hektare.

“Itu artinya yang dicaplok PT KLS hampir mencapai setengah luas Bangkiriang,” jelasnya.

Selain mencaplok kawasan hutan PT KLS juga menanami kelapa sawit di Hutan Tanaman Industri (HTI). Awalnya PT KLS mendapat konsesi HTI di Banggai seluas 13 ribu hektare untuk pengembangan pengelolaan hutan, bukan untuk perluasan kelapa sawit. Tetapi menurut Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, sekitar 1.000 hektar-an Izin HTI tersebut telah ditanami kelapa sawit.

Melihat kondisi di atas, Konsorsium YTM-JATAM Sulteng mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan pencabutan izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit yang bermasalah.

“Awal 2014 KPK telah membuka fakta bahwa ada izin yang bermasalah dan izinnya harusnya dicabut. Tetapi, kami melihat masih ada perusahaan-perusahaan bermasalah tersebut masih aktif hingga hari ini” ujarnya.

Saat ini YTM-JATAM Sulteng sedang melakukan review dan mencatat empat perusahaan tambang bermasalah, tetapi tidak dicabut hingga saat ini. Sedangkan perkebunan sawit, PT KLS di Kabupaten Banggai yang merambah Suaka Margasatwa Bangkiriang dan menanami izin HTI dengan sawit belum juga di tindak tegas.

“sejauh ini kami masih berlanjut untuk melakukan review izin karena belum semua perusahaan tambang yang kami anggap bermasalah telah masuk didaftar pencabutan. Setelah kami selesai melakukan review akan membawa dokumen hasil revie ke Pemerintah Provinsi untuk ditindak lanjuti atau kalau perlu didorong pencabutannya,” kata Direktur Pelaksana YTM, Marianto Sabintoe. (***)

Sumber: jurnalsulteng.com

Edisi: 26 Mei 2016

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *