Industri Pertambangan

YTM Mendukung Mogok Kerja Buruh di PT. ONI

Morowali, Pimpinan Serikat Pekerja (PSP) Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT. Oracle Nickel Industri (ONI) kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) berencana melakukan aksi mogok kerja selama 3 hari, yakni dari hari Senin 29 Juli hingga Rabu 31 Juli 2024. Mogok tersebut dilakukan sebagai oleh para pekerja sebagai wujud ketidakpuasan terhadap manajemen PT. ONI.

Tuntutan dari PSP SPN PT. PNI sebagaimana tercantum dalam flyer-nya, adalah sebagai berikut:

  1. hentikan diskriminasi jam kerja antara TKA dan TKII serta TKI dan TKI;
  2. mendesak penambahan fasilitas bus dan hentikan sistem transit ke rusun;
  3. hilangkan sistem manajemen absensi karyawan Indonesia (pemotongan point/pemotongan bonus kinerja);
  4. ganti pimpinan manajemen PT. ONI; dan
  5. revisi izin dispensasi yang telah dimangkirkan

Menurut Ketua PSP SPN PT. ONI, Asfar Kurniawan, tuntutan-tuntutan di atas bukan tanpa alasan yang jelas. Pertama, sistem kerja 3 shift 3 regu selama ini tidak berlaku bagi TKA dan jubirnya, itulah mengapa disebut sebagai jam kerja yang diskriminatif. Asfar Kurniawan mengatakan bahwa “hal ini telah melanggar Pasal 06 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003. Tiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama.

Kedua, setiap kali buruh yang lambat langsung mendapatkan pemotongan poin yang juga berimplikasi pada pemotongan bonus kinerja, dan hal ini sangat meresahkan di tengah fasilitas seperti bus yang ada masih sangat minim.

Ketiga, selama ini manajemen PT. ONI, khususnya pihak HRD tidak mau menghadiri pertemuan mediasi bipartit, padahal orangnya ada. Keempat, aturan izin dispensasi bagi buruh yang dimangkirkan sangat tidak adil, sebab manajemen tak memberikan izin tersebut hanya dengan alasan kekurangan man power dalam proses produksi. Alasan serupa beririsan dengan masalah serikat pada umumnya, yang ketika mengajukan izin kolektif untuk melakukan aksi massa atau mogok kerja tetap saja tidak diberikan. Kecuali izin kolektif tersebut untuk kegiatan bipartit/tripartit, pendidikan, dsb., yang pada intinya tidak melibatkan banyak orang.

Yayasan Tanah Merdeka berpendapat, bahwa apa yang telah dilakukan oleh manajemen PT. ONI terhadap kasus di atas merupakan bentuk union busting (pemberangusan serikat pekerja) dengan cara yang sangat terselubung. Sehingga manajemen PT. ONI wajib diberikan sanksi sebagaimana amanat UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Dalam Pasal 28 UU 21 Tahun 2000 tersebut disebutkan “siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh.” Adapun sanksi bagi manajemen PT. ONI terdapat dalam Pasal 43 ayat (1) UU 21 Tahun 2000, yakni “Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *