BeritaIndustri PertambanganSiaran Pers

YTM Tuding Bencana di Sulteng Disebabkan Pengerukan SDA

IMG_01912

PALU, KABAR SELEBES – Beberapa hari terakhir ini,  hampir semua media baik portal, cetak, maupun media sosial, mengabarkan sejumlah bencana alam banjir di beberapa daerah di Sulawesi Tengah. Misalnya, di Kabupaten Morowali Utara, Kecamatan Petasia terjadi banjir hingga ketinggian satu meter, bahkan lebih, membuat masyarakat panik. Demikian halnya dengan daerah lain seperti di Kabupaten Poso dan Parigi, terjadi bajir dan longsor hingga membuat sejumlah jalan tidak dapat dilalui.

Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Sulawesi Tengah menilai hal tersebut memiliki hubungan erat dengan aktivitas pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) yang massif di Sulawesi Tengah (Sulteng).

“Kalau kita buka data penguasaan tanah di Sulteng, hampir setengah daratan kita dikuasai oleh korporasi. Dari 6 juta hektare (ha) daratan kita, 1,7 juta ha dikuasai oleh perusahaan tambang dan 693.699, 60 ha perkebunan sawit. Sementara 4 juta ha dikuasai oleh sektor kehutanan.

Petani kita, hampir tidak memiliki tempat untuk bertani,” terang Manager Kampanye dan Jaringan YTM Sulteng, Adriansa Manu, kepada KabarSelebes.com, Selasa (26/4/2016).

Dari data tersebut kata Adriansa, mengkonfirmasi bahwa aktivitas pengerukan alam di Sulteng berkembang luar biasa menonjol dibanding sektor pertanian dan sebagainya.

Sehingga bencana alam mesti dilihat sebagai bagian dari kerusakan alam. Baik karena luasnya areal alam yang dieksploitasi maupun karena dampak penggunaan bahan bakar fosil yang massif di areal pertambangan, energi dan perkebunan.

“Untuk itu, maka pemerintah lewat Guberbur Sulteng dan sejumlah kepala daerah harus mulai memikirkan model pembangunan yang berkelanjutan. Jika ingin daerah ini tidak menjadi daerah rawan bencana,” harapnya.

Untuk itu kata dia, YTM menawarkan jalan keluar dari masalah tersebut, diantaranya, pemerintah harus memilih energi terbarukan yang tidak menyumbang tingginya gas karbondioksida, menghentikan pemberian izin baru, menciutkan penguasaan tanah yang luas dan memikirkan konsep industri modern yang direncanakan secara sosial dan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat Sulawesi Tengah.

“Karena logikanya,  pembangunan berbasis investasi kapital, tentu harus terus mengeruk alam tanpa memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkannya,” tandasnya.

Sumber: kabarselebes.com