Energi

Diskusi Film “Kutukan Nikel”: Perlu Ada Gerakan Alternatif

Palu — Puluhan pemuda (i) yang tergabung dari berbagai macam organisasi mahasiswa mengadakan Nonton Bareng (Nobar) sekaligus diskusi film “Kutukan Nikel”, di Kafe Sirqel pada Rabu malam 07 Agustus 2024.

Kutukan Nikel dibuat oleh Watchdoc dan disutradarai oleh Edy Purwanto, berkisah tentang industri nikel yang tersebar di wilayah Maluku dan Sulawesi, beserta dampak-dampaknya. Film ini telah ditayangkan di beberapa kota di Indonesia, dan menariknya juga ikut diputar di Sulawesi Tengah yang notabene salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia.

Latar belakang dalam film tersebut menayangkan bagaimana gemerlapnya kendaraan-kendaraan listrik dipamerkan, yang konon bisa mengatasi krisis iklim. Namun, menurut salah satu narasumber dalam film, bahwa kebijakan hilirisasi nikel telah melupakan proses dan hanya fokus pada hasil belaka.

Diskusi kali ini menghadirkan dua pemantik, yakni, Wandi selaku Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah dengan Richard Labiro selaku Akademisi sekaligus Direktur Yayasan Tanah Merdeka. Sebelum diskusi tentu saja forum menonton film yang berdurasi 45 menit tersebut dan membaca selebaran terlebih dahulu.

Setelah film selesai, moderator diskusi langsung mengarahkan pemantik pertama untuk berkomentar atas film. Wandi pun langsung menanggapi “film ini merupakan karya terbaik sekaligus memberikan gambaran kepada kita, karena kita sedang dihadapkan dengan bahaya industri kotor yang diikuti dengan perampasan hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.”

“Judul film mengatakan kutukan dan kita memang sedang dikutuk karena nikel, layaknya cerita Malin kundang yang menjadi batu. Karena kutukan, kita perlu belajar bagaimana proses perampokan sumber daya alam ini, lebih khusus nikel,” ujar Richard Labiro.

Richard menambahkan, sekarang tantangan ke depan bagaimana membalikkan kutukan tersebut dan membangun gerakan alternatif.

“Kita semua dihadapkan dengan modal mutinasional yang menjarah kekayaan sumber daya alam Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah. Hampir semua elit politik setuju dengan kebijakan hilirisasi nikel ini, tak ada cara lain rakyat harus membangun gerakan alternatif. Riset kami di Morowali dan Morowali utara bahkan menunjukkan bagaiman masifnya ijon politik bermain di daerah tersebut. Rakyat dihadapkan dengan pilihan yang sulit, karena harus memilih mereka-mereka yang turut merampas ruang hidupnya.” Tegas Richard.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *