Industri Pertambangan

FPKR Sulteng Peringati Hari Tani Nasional

Aksi ini merupakan bagian dari peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh setiap tanggal 24 September. Dalam aksi kali ini, FPKR Sulteng membawa sejumlah tuntutan, seperti pelaksanaan UU pokok agraria (UUPA) tahun 1960, penyelesaian konflik agraria dan penghentian kriminalisasi terhadap petani, penolakan terhadap MP3EI, dan pelaksanaan pasal 33 UUD 1945.

 

Awalnya, massa aksi FPKR mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tengah. Setelah menggelar orasi dan menyampaikan tuntutannya, massa aksi bergerak menuju ke kantor Gubernur Sulteng.

Menurut Syahdan, salah satu aktivis FPKR yang juga menjabat Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Sulteng, kendati UUPA 1960 sudah berusia 53 tahun, tetapi belum pernah dilaksanakan dalam praktek.

Akibatnya, kata Syahdan, semakin banyak petani yang kehilangan akses terhadap tanah. “Cerita mengenai penggusuran dan perampasan lahan petani masih kerap terjadi di seantero negeri ini. Pemerintah pusat maupun daerah masih mempraktekkan cara-cara kolonialistik,” ujarnya.

Syahdan juga menyeroti kebijakan pemerintah terkait liberalisasi impor pangan yang merugikan petani dalam negeri. “Secara nasional ketergantungan impor terhadap gandum 100%, kedelai 78%, susu 72%, gula 54%, daging sapi 18% dan bawang putih 95%,” ungkapnya.

Dalam aksinya perwakilan FPKR bertemu dengan Asisten II Perekonomian dan Kesra Pemda Sulteng, Elim Somba. Menurut Elim, pihak Pemda Provinsi sedang menurunkan Tim Investigasi terkait perampasan tanah oleh sejumlah perusahaan perkebunan.

Aksi massa di depan kantor Gubernur Sulteng ini juga ditandai dengan deklarasi kepengurusan STN wilayah Sulteng, yang diketui oleh Syahdan dan Sekretaris Syamsul Bahri.

FPKR Sulteng merupakan aliansi dari sejumlah organisasi, seperti JATAM Sulteng, STN, Himasos, PRD, LMND, Walhi, YTM YPR, dan lain-lain.