Siaran Pers

YTM: Kemiskinan Lahir Dari Masyarakat Berkelas

Palu-Manager Kampanye dan Jaringan Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Adriansa Manu menyebut, sumber utama kemiskinan berakar dari struktur masyarakat berkelas.

Menurut Kadi panggilan akrab Adriansa Manu, pemerintah selama ini terus saja menyampaikan mitos-mitos kepada masyarakat. “Mereka bilang orang miskin karena tidak ulet bekerja, malas atau miskin karena turunan keluarga”. Tandasnya

Ia menyebut, cara berpikir seperti ini menandakan ke tidak berpihakkan pemerintah terhadap rakyat miskin. Mereka juga menutupi kebenaran kelas dalam masyarakat. Padahal, kita dengan sangat mudah melihat tingginya penduduk yang tak memiliki perkakas produksi di negeri ini. Sementara, hanya sebagian kecil orang menguasai dan mengontrol produksi hingga pasar.

“Basis ekonomi kita dibangun dari situ. Benar ada peningkatan ekonomi secara nasional, namun pertumbuhan ekonomi justru menciptakan lautan pengangguran, karena konsentrasi penguasaan perkakas produksi dikuasai oleh segelintir tuan kapital.” Tegas Kadi

Kenapa demikian?

Kadi menjelaskan, negeri yang menghamba pada kapital tentu saja menciptakan kemiskinan. Sebab, target pembangunan bukan bertujuan untuk kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Akan tetapi memberikan akses yang mudah kepada investasi untuk menghisap tenaga kerja buruh secara murah dan juga dapat mengeruk sumber daya alam secara mudah. Perhambaan terhadap kapital mengisyaratkan perampasan ruang produksi terhadap produsen kecil, seperti petani, nelayan dan pedagang kecil.

“Basis ekonomi seperti ini tidak memberikan perlindungan kepada setiap orang. Negara justru melegalkan para penduduk yang tersingkir dari tanahnya berebut pekerjaan, seakan-akan kapital adalah penyelamat. Mereka yang terserap ke dalam hubungan produksi kapital, dieksploitasi dengan upah murah dan di bawah syarat kerja yang mengancam nyawanya.” Kata Kadi

Lanjut Kadi, selama ini argumentasi kemiskinan selalu diukur dari tingkat pengeluaran per kapita. Misalnya,  mereka yang menghabiskan uang kurang dari US$ 2 per hari, dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Selain itu, pemerintah kita juga menyebut kemiskinan bersumber dari ketimpangan pembangunan. Artinya, daerah-daerah yang belum tersentuh langsung oleh kapital disebut miskin. Jadi menurut mereka solusi atas kemiskinan tersebut, harus dilakukan melalui pemerataan pembangunan berbasis kapital.

“Tentu saja argumentasi ini menyesatkan, kalau mau dibilang ini adalah mitos untuk mengelabui banyak orang, agar lupa masalah utamanya.” Imbuh Kadi

Bagi YTM lanjutnya, kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan memberikan uang tunai dan sejumlah program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), penyediaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sejahtera (KIS), penyaluran raskin dan sebagainya.

Program ini menurut Kadi, hanyalah “gula-gula” agar penduduk miskin lupa akan masalahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *