Kampanye

YTM: Nilai Dari Produksi Nikel Adalah Hasil Kerja Sosial Yang Eksploitatif, Bagian Satu

Richard Labiro

Direktur Eskekutif Yayasan Tanah Merdeka

Esdm.go.id memposting Siaran Pers mereka dengan Nomor Surat 301.Pers/04/SJI/2020. Judulnya tentang Hillirisasi Nikel Ciptakan Nilai Tambah dan Daya Tahan Ekonomi. Siaran pers ini terbit pada tanggal 14 Oktober 2020.

Sementara, di Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah telah dibangun satu Kawasan Industri milik PT Stardust Estate Invesment yang akan memiliki 24 lini pabrik feronikel. Dan PT SEI, satu dari sekian Proyek Strategis Nasional yang juga dampak dari kebijakan hilirisasi nikel.

Nikel merupakan kandungan mineral hasil tambang yang sangat popular bagi kalangan pebisnis dalam negeri maupun luar negeri. Nikel, saat ini tidak hanya diproduksi untuk segala jenis baja melainkan nikel merupakan komoditi yang memiliki nilai masa depan.

Saat ini, Kawasan Industri yang berbasis hasil tambang nikel, memproduksi nikel menjadi baterai listrik untuk keperluan kendaraan listrik. Dan untuk kendaraan listrik, merupakan antitesa dari kendaraan yang masih mengkonsumsi energi minyak. Dan ini menyebabkan perubahan iklim.

Hasil diskusi internasional, dimana Indonesia menjadi bagian di dalamnya. Menyepakati untuk menghentikan konsumsi energi kotor, baik dari batu bara maupun minyak bumi. Dan beralih ke energi baru terbarukan. Salah satunya menciptakan dan mewujudnyatakan kendaraan listrik sebagai komoditas masa depan.

Maka dari itu, tulisan kali ini akan membahas bagaimana nikel diproduksi melalui rentetan kerja sosial, atau kami mau bilang, produksi nikel adalah hasil kerja sosial yang eksploitatif.

Nilai Nikel Sebagai Komoditi

Sama halnya dengan komoditi yang lain, nikel memiliki kegunaan yang tentunya memberikan pengaruh bagi pertukaranya. Akan tetapi jika pertukaranya terhenti pada satu aspek maka nilai gunanya menjadi rendah. Maka, pebisnis tambang, tidak hanya menggali tanah lalu menghasilkan bijih nikel. Tetapi, pebisnis ini mesti mendistribusikan ke produksi yang lebih modern lagi untuk menghasilkan bijih nikel menjadi aneka baja bahkan baterai listrik.

Maka akan terlihat bagaimana skala dari kegunaan nikel ini sangat penting!.

Aspek pertukaran yang membuat nikel menjadi berguna adalah bentuk dari harga nikel yang dihasilkan dari kerja di dalam pabrik yang terdapat pada Kawasan Industri Tambang. Tentu, penggalian bijih nikel datang dari perusahaan tambang yang memfokuskan dirinya pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Mineral (Nikel).

Seperti contoh kasus ini, Yayasan Tanah Merdeka menginvestigasi asal bijih nikel yang diproduksi di Kawasan Industri PT Stardust Estate Invesment. Sumber bijih nikel itu datang dari PT Bumanik yang memiliki Izin Usaha Pertambangan di Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara.

Lantas, PT Bumanik mendistribusikan hasil tambangnya ke PT SEI melalui jalur laut. Dan PT SEI memuat hasil tambang itu dan membawanya ke pabrik smelter yang sudah berdiri. Dari pabrik smelter itulah bijih nikel diproduksi menjadi lempengan baja.

Satu hal yang perlu kita pahami, aktivitas bisnis tambang memiliki satu keunikan. Bahwa ia (tambang) memperoleh produknya langsung dari alam. Namun, produk dari alam itu tidak dikonsumsinya langsung, melainkan diproduksinya ke level yang paling mutakhir (melalui mesin produksi yang modern dan tenaga kerja yang terampil) untuk melipat gandakan keuntungan.

Kerja ini merupakan aktivitas eksploitasi terhadap alam. Karena, tambang menciptakan degradasi hutan dan kerusakan lingkungan hidup. Dan tidak ketinggalan, bagaimana pengingkaran terhadap tanah milik petani yang dirampas oleh perusahaan tambang.

Jika kita memahami, kegunaan nikel yang memiliki nilai yang sangat tinggi jika diproduksi melalui tahapan yang mutakhir. Maka, kita bisa membayangkan, bagaimana nilai dari nikel ini bisa mempengaruhi pasar global saat ini. Atau kata lain, bagaimana nilai dari nikel ini bisa dominan.

Kontan.co.id (26 April 2022) menerbitkan satu berita berjudul”Harga Nikel Masih Solid, Berikut Faktor Pendorongnya”. Hasan Barakwan seorang Analis BRI Danareksa Sekuritas meyakini kenaikan harga nikel tetap solid karena dampak dari invasi Rusia ke Ukraina. Secara umum, ia bilang, Pemerintah Global memberikan hukuman pada Nornikel, sebuah perusahaan nikel terbesar di dunia dari Rusia.

Karena invasi Rusia ke Ukraina, maka Nornikel dijatuhi hukuman atau sanksi—walaupun belum dijelaskan apa sanksinya—yang menyebabkan potensi kehilangan profit dari nikel mencapat 4,4%.

Akan tetapi, Kallanis Commodities (07 Maret 2022), sebuah media online berbahasa asing memuat berita yang isinya bantahan terhadap sanksi itu, para pengusaha Nornikel optimis bahwa harga nikel mereka akan stabil walaupun dipengaruhi kondisi politik global yang tidak stabil karena invasi Rusian.

Jika kita berangkat dari kedua berita yang membahas hubungan harga nikel dan invasi Rusia, maka dapat kita menyimpulkan. Kejatuhan harga nikel yang mempengaruhi profit produsenya disebabkan oleh geopolitik internasional. Akan tetapi, Yayasan Tanah Merdeka menganggap, nilai dari nikel justru tidak dipengaruhi dari sanksi Dewan Internasional yang mengatur harga. Melainkan dari kerja sosial yang memberikan magnitude kepada komoditas yang diproduksinya yaitu nikel.

Bisa saja, sanksi itu berpengaruh karena bersifat internal di satu wilayah yang terdapat perusahaan nikel yang mempengaruhi pasar global. Akan tetapi, jauh-jauh hari nilai nikel adalah hasil kerja secara beruntun yang diolah melalui divisi kerja yang beragam yang secara konkrit kita temukan di Kawasan Industri dan pertambangan nikel.

Waktu kerja yang dibutuhkan secara sosial (8 jam kerja, mengikuti aturan di Omnibus Law) untuk memproduksi komoditi nikel adalah substansi dari kerja sosial. Secara konkrit, dapat dikatakan, buruh yang berjibaku di pabrik Kawasan Industri dan buruh yang menggali tanah untuk memperoleh bijih nikel merupakan kerja sosial yang terlihat dari pembagian kerja-kerja baik secara makro dan mikro.

Belum lagi, baja atau logam dan baterai listrik yang diproduksi, didistribusikan ke pabrik lain untuk merakit satu unit kendaraan listrik modern dan dari situ nilai dari nikel termanifestasikan (meningkat) dengan komoditi lain yang diekstrak dari alam dan menyatu menjadi satu komoditas modern yang kami sebutkan lagi, kendaraan listrik.

Maka untuk menciptakan nilai nikel agar tidak merosot atau memproduksi nikel dengan bernilai tinggi diperlukan alat produksi modern untuk menghasilkan satu baterai listrik dan logam. Maka jangan heran, jika ada kalimat yang menyebutkan smelter sebagai Mother of Industry atau induk dari sebuah industri.

Satu hal lagi, untuk mempertahankan eksistensi nilai dari nikel yang sudah berubah ke dalam kendaraan listrik. Maka perlu ada stimulus dari baterai itu. Tidak heran, jika perusahaan PLN membuat ‘Pertamina’listrik untuk mencash baterai agar tidak suak. Dan bisa dipastikan kebutuhan akan energi listrik bertambah. Maka sudah pasti, energi baru terbarukan bukan hanya untuk menerangi pemukiman manusia, melainkan untuk kebutuhan Charging listrik.

Dari semua penjelasan akan nilai dari nikel, merupakan kerja sosial dan kerja ini memiliki karakter khususnya, yaitu eksploitatif.

Bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *