YTM: Tak Perlu Bangun Pos Khusus di Dongi-dongi
PALU – Bagi Yayasan Tanah Merdeka (YTM), tidak perlu membuat Pos Khusus di Dongi-Dongi untuk menjaga agar para penambang tidak kembali lagi ke wilayah itu pasacapenertiban belum lama ini.
Menurutnya, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mencari alternatif agar para penambang dapat memenuhi kebutuhannya setiap hari.
“Sebab, penduduk Dongi-dongi juga sadar jika menambang itu penuh dengan resiko yang sewaktu-waktu membahayakan nyawa mereka,” ujar Manager Kampanye dan Jaringan YTM, Adriansa Manu dalam rilisnya, Jumat (8/4/2016).
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah bersama pihak terkait telah membentuk Kelompok Kerja pasca penertiban dan akan membangun Pos Khusus di dekat kawasan eks tambang Dongi-Dongi sebagai antisipasi kembalinya para penambang melakukan penambangan di tempat itu. (baca: Eks Tambang Dongi-Dongi akan Terus Dijaga).
Menurut Adriansa Manu yang akrab disapa Kadi ini, tidak ada pilihan lain bagi warga selain menambang, karena untuk bertani perlu ongkos dan input teknologi. Belum lagi, penguasaan tanah yang timpang di antara mereka, ada yang menguasai tanah luas, ada yang memiliki tanah seadanya dan ada yang sama sekali tidak punya tanah.
“Kalau membatasi warga Dongi-dongi untuk masuk dalam kawasan TNLL, saya kira pemerintah keliru. Karena masalah mereka adalah sulitnya memenuhi kebutuhan ekonomi untuk bisa makan dan menyekolahkan anak-anak layaknya warga Indonesia lainnya,” imbuh Kadi.
Jika pemeritah memilih untuk melakukan pembatasan akses masuk kawasan TNLL, maka pertanyaannya kemudian katanya, dari mana warga Dongi-dongi bisa makan, jika tidak bekerja? Sementara saat ini, produksi pertanian mereka menurun drastis seperti kakao yang terserang hama dan penyakit.
Dikatakan, seharusnya pemerintah memikirkan solusi, misalnya dengan memajukan input pertanian modern, pengetahuan yang maju untuk bertani dan menyediakan pasar untuk komoditi para petani. Jika tambang rakyat tidak diinginkan disana.
Penjagaan terhadap TNLL menurutnya hanya akan mengulang cerita pengusiran petani yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Seperti yang pernah terjadi kepada petani di Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso pada tahun 1980-an.
Pemerintah katanya, mestinya hadir di tengah-tengah petani. Misalnya dengan berdialog, bersama-sama merencanakan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), memberikan pengetahuan bertani, dan memberikan bantuan input petanian modern, jika pemerintah tidak menginginkan penduduk Dongi-dongi melakukan aktivitas perambahan hutan secara sporadic. (afd/*)
Sumber : beritapalu.com
Edisi : 8 April 2016