Warga Ambunu Mendapatkan Intimidasi Kepolisian Saat Menuntut Haknya
Buntut melakukan aksi massa menuntut pembatalan MoU tukar aset antara Pemda Morowali dan PT. IHIP, sejumlah warga Ambunu dibubarkan dan mendapatkan intimidasi dari pihak kepolisian. Sebagian massa aksi yang di dalamnya ada ibu-ibu, tidak luput dari intimidasi ini.
Melihat hal tersebut Kordinator Lapangan (Korlap) aksi Ramadhan mengatakan berikanlah rasa keadilan bagi mereka. Menurutnya, mereka hanya meminta agar MoU itu agar ditunjukkan isinya dan kembalikan aset jalan tani yang telah dirampas oleh Pemda Morowali.
Pihak kepolisian yang seharusnya menjadi pihak penengah, dalam kasus ini benar-benar dipertanyakan kenetralan-nya. Rahman Ladanu, selaku massa aksi mengatakan bahwa pihak kepolisian yang seharusnya mengayomi kami justru melakukan tindakan yang tidak seharusnya.
“Kami menolak intimidasi dari pihak manapun. Kami hanya menginginkan apa yang kami tuntut agar segera ditindaklanjuti oleh PT. IHIP dan Pemerintah Daerah Morowali,” Tegas Rahman.
Sementara itu Yayasan Tanah Merdeka melalui staf kampanyenya Mohammad Azis, mengatakan Polisi setempat telah melanggar 2 hal. Pertama, dengan membubarkan massa aksi pihak kepolisian telah melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pihak Kepolisian seharusnya menjaga keamanan dan bukan membubarkan paksa massa aksi.
Kedua, menurut Azis pihak kepolisian setempat di saat yang bersamaan telah melanggar Protap yang tertuang dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Di dalam Protap itu tidak mengenal adanya kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.
“Akhirnya jargon ‘mengayomi’ yang selama ini kita percaya, menjadi tak bermakna apa-apa. Polisi harus banyak belajar soal hak-hak demokratis warga. Bukan hanya bicara kewenangan melulu.” Terang Azis.