Di Kawasan IMIP Pemberangusan Serikat Pekerja Begitu Marak
Saat ini di kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) lagi gemar-gemarnya pemberangusan serikat pekerja (union busting). Hal ini terlihat nyata ketika serikat pekerja hendak melakukan aksi massa, menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Morowali tahun 2024.
Paska melakukan aksi-aksi para buruh mendapatkan resiko dimangkirkan dan Surat Peringatan (SP). Ketika serikat-serikat pekerja hendak melakukan aksi, mereka terpaksa mengubah izin dispensasi (serikat) menjadi izin lain-lain dan juga terpaksa membuat Surat Keterangan Sakit (SKS). Izin lain-lain itu berarti suatu izin yang upahnya tidak dibayarkan di hari yang diajukan, artinya secara tidak langsung perusahaan memotong upah semena-mena sebagai hak pekerja.
Alasan klasik yang selalu menjadi diutarakan oleh perusahaan-perusahaan tenant di PT. IMIP yaitu: aksi massa akan mengurangi man power. Padahal kan bagaimana pun juga aksi massa itu adalah berhubungan dengan kegiatan berserikat, sehingga jelas bahwa hal itu termasuk kategori menghalang-halangi serikat pekerja. Disini jelas perusahaan telah melanggar Pasal 28 UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh.
Alasan lain pengusaha selain soal man power, bahwa kesepakatan aksi massa harus “berdasarkan kedua belah pihak (pengusaha dan serikat)” dan ini diatur dalam PKB. Tapi kan isian PKB di kawasan PT. IMIP lebih menguntungkan pengusaha ketimbang serikat, karena terkesan dibuat terburu-buru di tengah serikat pekerja mengalami pemberangusan sebelumnya tahun 20201 dan tahun 20212. PKB-nya pun baru diadakan tahun 2023—10 tahun sejak PT. IMIP berdiri tahun 2013. Isian PKB yang dimaksud oleh pengusaha yakni dalam Pasal 10 ayat (4), yang isiannya boleh “melaksanakan tugas-tugas organisasi baik untuk konsultasi atau memenuhi undangan, pendidikan, seminar, lokakarya”, tapi tidak boleh melakukan aksi massa.
Kalau PT. IMIP taat hukum, seharusnya ia mengacu pada hukum yang lebih tinggi dari PKB, yaitu UU 21 Tahun 2000 dan membolehkan aksi massa. Karena aksi massa itu sendiri merupakan kegiatan dari serikat pekerja. Apalagi aksinya menyangkut persoalan upah–menyangkut kesejahteraan mereka–adalah hal yang absurd bila perusahaan menganggap itu bukan kegiatan serikat lagi.
Tak hanya di tahun 2024 terjadi pemberangusan serikat pekerja. Jauh sebelum itu pemberangusan serikat pekerja telah dilakukan oleh perusahaan dengan mem-PHK para pimpinan/anggota serikat. Sejauh ini yang dicatat oleh Yayasan Tanah Merdeka bentuk-bentuk pemberangusan serikat lainnya yaitu:
- Tidak diberikan izin mendampingi anggota yang bermasalah oleh atasan seperti SPV atau HRD
- Izin kolektif/serikat mesti melalui HRD dengan Departemen. Sebelumnya hanya cukup ke HRD, tapi sekarang harus disetujui pula oleh Departemen. Hal ini jelas memperumit.
- Dilarang berstatemen di media gara-gara kasus di PT. ITSS. Dalam kasus ini beberapa pimpinan serikat diintimidasi, anggota-anggotanya juga dilarang menyebar video ledakan di PT. ITSS 24 Desember 2023 silam.
- Pelarangan stiker/logo serikat di helm. Padahal di helm-helm serikat biasanya ada logo-logo tentang K3—yang juga sama pentingnya dengan logo serikat—supaya pekerja lain tertarik untuk berserikat.
- Pemberangusan melalui penawaran-penawaran/sogokan dan intimidasi kepada pimpinan serikat. Tidak jarang para pimpinan serikat pekerja ditawari uang jika menghentikan aksi massa misalnya. Namun, tidak jarang pula ada yang diitimidasi setelah melakukan aksi massa.
- Melakukan mutasi paksa terhadap anggota/pimpinan serikat pekerja. Hal ini terjadi baru-baru ini di PT. LSI pada bulan Desember 2024.